IPOL.ID – Sebelum 100 hari pemerintahan, Presiden Prabowo Subianto mengesankan publik. Performanya di forum internasional, pidato publiknya atas banyak isu, dan peringatannya kepada koruptor meyakinkan pendukung utamanya.
Demikian salah satu temuan riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, sebagai catatan akhir Tahun 2024 bahwa Prabowo tidak hanya potensial menjadi Strong Leader yang memajukan ekonomi. Di mata pendukung militannya, Prabowo juga potensial tampil menjadi pemimpin dari Asia yang kuat.
Prabowo berpotensi dikenang sebagaimana Bung Karno, Deng Xioaping, Mahathir Mohamad, atau Lee Kuan Yew. Namun, isu mengembalikan Pilkada dipilih DPRD akan mendapatkan kontra dan perlawanan yang kuat dari rakyat banyak.
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Presiden RI ke-6 pernah mencobanya dan membatalkannya. Bisa dilihat dokumen pada Tahun 2014, lebih dari 80 persen publik ingin pilkada langsung.
Dalam tahun pertamanya sebagai pemimpin, Prabowo Subianto meluncurkan banyak program utama menyasar sektor-sektor strategis, dari kesehatan hingga politik.
Program-program itu dihadirkan untuk menjawab tantangan bangsa sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Namun, bagaimana tanggapan publik terhadap inisiatif tersebut? LSI Denny JA melalui pendekatan berbasis teknologi mengungkapkan, terhadap delapan isu di bidang kesehatan, pertanian, pendidikan, ekonomi, kesejahteraan, tenaga kerja, sosial, dan politik.
LSI Denny JA menemukan tujuh program didukung sentimen positif, sedangkan satu program mendapat tantangan signifikan dari masyarakat. Delapan program kerja itu, pertama, Kesehatan Ibu Hamil, perbaikan kesehatan Ibu hamil dan menyusui melalui bantuan gizi, memiliki sentimen positif 53,7% dan 46,3% negatif.
Kedua, Pertanian, target swasembada pangan dengan mencetak sawah 4 juta hektare dalam 3-4 tahun, dengan sentimen positif 70,0%.
Ketiga, Pendidikan, mengalokasi anggaran besar untuk kesejahteraan guru dan rehabilitasi sekolah dengan sentimen positif 71,6%.
Keempat, Pertumbuhan Ekonomi, program target pertumbuhan ekonomi 8% melalui tujuh sektor utama, termasuk transisi energi hijau. Sentimen positif 58,0%.
Kelima, Stunting, untuk penurunan prevalensi stunting dengan program makan bergizi gratis berbasis pangan lokal. Sentimen positifnya 52,7%.
Keenam, Perumahan, program penyediaan 3 juta rumah, termasuk 2 juta rumah di desa melalui UMKM lokal. Sentimen positif mencapai 53,7%.
Ketujuh, Tenaga Kerja, program akan kenaikan upah minimum nasional (UMN) sebesar 6,5% pada 2025. Mendapatkan 52,6% sentimen positif. Kedelapan, Politik, adanya wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD untuk efisiensi biaya. Disini hanya mendapatkan 23,7% sentimen positif, dan 76,3% negatif.
Temuan LSI Denny JA menunjukkan bahwa program kerja Prabowo Subianto mayoritas mendapat tanggapan positif dari masyarakat.
Tujuh dari delapan program mendapat sentimen positif yang lebih besar, terutama program pendidikan dan pertanian.
Namun, wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD menuai kritik besar, menjadi program dengan sentimen negatif sangat tinggi.
Dalam sistem presidensial, kepala eksekutif (Presiden) dipilih langsung oleh rakyat. Sementara dalam sistem parlementer, kepala eksekutifnya (Perdana Menteri) dipilih parlemen, dan ia juga anggota parlemen.
Di 2014, upaya Pilkada dipilih DPRD pernah dicoba, tapi akhirnya dibatalkan Presiden SBY. Survei opini publik saat itu menunjukkan lebih dari 80 persen rakyat menolak haknya memilih langsung pemimpin dicabut.
Rakyat banyak akan mudah sekali membalikkan dukungannya karena merasa haknya untuk memilih pemimpin diambil alih.
Jika ratusan kepala daerah dipilih DPRD, siapa yang akan menjadi gubernur, wali kota, dan bupati sepenuhnya hanya masalah “kesepakatan” 3-5 ketua umum partai politik di Jakarta saja. Pemilihan kepala daerah akan sangat elitis untuk sistem politik presidensial.
Dalam Pilkada langsung telah membawa kemajuan dalam demokrasi, memungkinkan rakyat memilih pemimpin sesuai aspirasi. Namun, tantangan besar terus menghantui, seperti money politics yang meluas, tingginya biaya kampanye, dan meningkatnya angka golput.
Politik uang merusak integritas demokrasi, mengalihkan fokus kandidat dari pelayanan publik ke modal politik. Sementara biaya kampanye yang besar memaksa kandidat bergantung pada donatur, membuka potensi konflik kepentingan.
Selain itu, partisipasi pemilih yang menurun di beberapa wilayah menunjukkan lemahnya kepercayaan publik terhadap proses politik.
Namun, menghapus Pilkada langsung adalah langkah mundur. Pilkada langsung memaksa pemimpin untuk bertanggung jawab kepada rakyat, bukan kepada partai.
LSI Denny JA menyebut, isu seperti money politics dapat diatasi dengan reformasi regulasi: memperketat pengawasan dana kampanye, meningkatkan transparansi anggaran kandidat, serta memberikan sanksi tegas terhadap pelanggaran.
“Penyelenggaran pilkada juga dapat dibuat di tahun berbeda dibandingkan pemilu nasional (Presiden, DPR). Menyelenggarakan pilkada setelah dan di tahun yang sama dengan Pilpres dan Pileg acapkali membuat Pilkada hanya mendapatkan sisa enerji politik dari pemilih”.
Tantangan Pilkada langsung tak berarti menyerahkan kepada daerah dipilih oleh DPRD yang berbeda dengan sistem politik presidensial. Sebaliknya, solusi strategis diperlukan untuk memperkuat kepercayaan rakyat dan integritas proses.
“Pilkada langsung, dengan segala kekurangannya, tetap lebih baik daripada Pilkada lewat DPRD yang rentan korupsi dan oligarki”.
Dalam pilkada langsung, ratusan ribu bahkan jutaan orang menentukan siapa kepala daerah terpilih. Tapi dalam pilkada lewat DPRD, yang menentukan kepada daerah terpilih di tangan instruksi dan “kongkow” 3-4 ketum partai saja di Jakarta.
“Apalagi di mata rakyat banyak, mengubah Pilkada langsung menjadi dipilih DPRD dipahami sebagai upaya mengambil alih hak mereka untuk memilih kepala daerahnya secara langsung”.
Melalui dominasi di DPR, tentu saja membuat UU pilkada diubah menjadi dipilih oleh DPRD sangat bisa dilakukan pemerintahan Prabowo. Tapi luka rakyat banyak akan membuat Prabowo dinllai negatif oleh sejarah, dalam jangka panjangnya.
Potensi merosotnya dukungan publik kepada Prabowo akibat isu Pilkada oleh DPRD adalah harga yang terlalu mahal.
Prabowo, untuk aneka program besarnya, apalagi di tahun-tahun pertama, perlu dukungan publik. Dengan dukungan publik yang besar, Prabowo diharapkan mampu menjadikan Indonesia “Macan dari Asia.”
“Prabowo sendiri potensial dikenang sekelas dengan pemimpin legenda Asia lain, seperti Mahathir, Deng Xiaoping, dan Lee Kuan Yew, jika dia sukses memajukan ekonomi Indonesia ke peringkat 10 besar ekonomi dunia misalnya, dan tidak membuat kebijakan yang dianggap berlawanan dengan semangat reformasi,” tutup Denny JA. (Joesvicar Iqbal/msb)