“Harus ada negosiasi dan transaksi, karena ini jual beli. Harganya harus sesuai dengan harga pasar, bukan nilai jual objek pajak (NJOP),” kata Trubus.
“Tidak boleh ada penyitaan tanah warga tanpa ada kesepakatan antara Bank Tanah dan pemilik tanah.”
Senada dengan Rahadiansyah, Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan Walhi, Uli Arta Siagian, mengatakan bahwa Bank Tanah berperan sebagai makelar tanah, mengambil paksa tanah dari masyarakat dan menyerahkannya kepada perusahaan atau proyek-proyek nasional lainnya.
“Tidak ada kompensasi yang jelas dari Bank Tanah. Bahkan ketika masyarakat menolak untuk menyerahkan tanah mereka untuk proyek-proyek seperti IKN, mereka ditekan untuk melepaskan hak mereka melalui kompensasi yang diperintahkan oleh pengadilan (mekanisme konsinyasi), kata Uli.
Kamarudin dan warga lainnya yang terkena dampak pembangunan IKN berharap dapat menemukan solusi yang saling menguntungkan bagi semua pihak, karena Parman menjamin lahan yang ‘clear and clear’ tanpa mengabaikan hak-hak masyarakat.