Menurut Prof. Dr. Taniawati Supali Dosen FKUI Departemen Parasitologi yang juga sebagai narasumber pada temu media tersebut menjelaskan, filariasis adalah penyebab kecacatan terbesar kedua di dunia setelah gangguan jiwa, dengan dampak ekonomi yang signifikan bagi penderitanya. “Filariasis memperburuk kemiskinan karena penderitanya kehilangan kemampuan bekerja dan akhirnya dikucilkan oleh masyarakat,” jelasnya.
Salah satu tantangan utama dalam eliminasi filariasis adalah banyaknya individu yang sudah terinfeksi tetapi belum menunjukkan gejala. “Infeksi membutuhkan waktu 5 hingga 8 tahun untuk berkembang menjadi kondisi yang terlihat, sehingga banyak orang sehat yang sebenarnya sudah memiliki cacing dalam darahnya, tetapi tidak merasakan sakit,” tambah Prof. Taniawati.
Untuk mencapai target eliminasi filariasis 2030, ada lima strategi utama yang diterapkan. Pertama, Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) setiap tahun selama lima tahun di daerah endemis.
Kedua, penerapan strategi pengobatan tiga obat (IDA therapy) yang dapat mempercepat eliminasi hanya dalam dua tahun. Ketiga, surveilans ketat untuk memastikan tidak ada transmisi baru.