IPOL.ID – Pasca ditetapkan menjadi tersangka dan menjalani penahanan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI atas dugaan korupsi sebesar Rp150 miliar.
Direktur LSM pemerhati anggaran, Sugiyanto menyarankan agar mantan Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana (IHW) bekerjasama dengan pihak penegak hukum dalam membuka bukti-bukti keterlibatan pihak lainnya atau justice collaborator (JC).
Hal itu dipandang sangat urgen, mengingat ancaman hukuman berat menanti bagi para pelaku korupsi di era pemerintahan Prabowo.
“Presiden Prabowo sudah mengatakan, jika pelaku korupsi harus dihukum berat. Jika perlu 50 tahun,” ujar pria yang akrab disapa SGY itu, Minggu (5/1/2025).
Karena itu, sambungnya lagi IHW harus menyebut pihak-pihak yang kecipratan dari uang proyek fiktif yang merugikan negara Rp150 miliar tersebut.
“Kadishub saat ini sudah berstatus tersangka. Kalau statemennya merasa benar-benar tidak bersalah, tetap pertahankan. Tapi sebaliknya, jika keterlibatannya sangat dalam, maka harus membuka semua yang terlibat,” bebernya.
Tentunya, kata SGY akan sangat berbahaya jika hanya menanggung persoalan hukum dugaan korupsi itu seorang diri.
“Saran saya, jangan bunuh diri dengan menanggung hukuman berat seorang diri. Dia harus menjadi justice collaborator (JC) dan bekerjasama dengan Kejati DKI dalam membuka pihak-pihak yang kecipratan uang tersebut. Agar hukumannya tidak berat,” ucapnya.
Lebih jauh SGY menilai, dalam proses penganggaran. Dinas Kebudayaan DKI idealnya mendapatkan pengawasan dari pihak legislatif. Karena itu, jika dalam prosesnya ada keterlibatan Komisi E selaku mitra kerja Dinas
Kebudayaan. Kadisbud diharapkan membuka secara lebar. “Jadi jangan diam saja, harus berinisitif menjadi justice collaborator,” pintanya.
Sepeti diketahui, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menghitung total kerugian atas korupsi Disbud Rp 150 miliar. Kejati mengungkapkan bahwa tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi SPJ fiktif Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana (IHW) sempat menggelar acara pagelaran seni yang tidak pernah ada.
“Salah satu kegiatannya itu pagelaran seni. Kegiatan anggaran Rp 15 miliar, pagelaran seni budaya dengan jumlah anggaran itu, dan dari rincian kegiatan ini,” kata kata Kepala Kejati DKI Jakarta, Patris Yusrian Jaya, dalam konferensi pers di Kantor Kejati Jakarta, Rasuna Said, Jaksel, Kamis (2/1/2025).
Patris menjelaskan bahwa modus manipulasi acara tersebut di antaranya adalah mendatangkan beberapa pihak yang diminta untuk memakai seragam penari. Kemudian pihak yang menggunakan seragam penari itu diminta untuk berfoto agar seolah-olah telah melaksanakan suatu acara.
“Kemudian pihak tersebut diberi seragam sebagai penari dan selanjutnya foto-foto di panggung dan diberi judul solah-olah foto ini setelah melaksanakan kegiatan tarian tertentu, tapi tariannya tidak pernah ada. Dan ini kemudian dibuat pertanggungjawaban seolah-olah penari ini berasal dari sanggar yang dibuat oleh EO tadi,” tuturnya.
Selain itu, persetujuan acara fiktif itu juga sudah dilengkapi dengan stempel palsu dari pengelola. Hingga saat ini, pihak Kejati masih akan menelusuri tentang kasus tersebut.
Kejati DKI Jakarta sudah menahan satu dari tiga tersangka kasus dugaan korupsi Disbud senilai Rp150 miliar. Adapun yang dilakukan penahanan di Rutan Cipinang yakni Pemilik Event Organizer (EO) fiktif GR-Pro berinisial GAR pada Kamis (2/1/2025).
“Ketiga tersangka tersebut selanjutnya akan kami lakukan proses dan hari ini salah satu tersangka dengan inisial GAR telah kami lakukan penahanan di Rutan Cipinang selama 20 hari ke depan selama proses penyidikan,” ujar Kepala Kajati DKI, Patris Yusrian.(sofian)