Yusril menegaskan, semua pihak, termasuk pemerintah terikat dengan putusan MK tersebut tanpa dapat melakukan upaya hukum apapun.
Pemerintah, sambung dia, menyadari bahwa permohonan untuk menguji ketentuan Pasal 222 UU Pemilu itu telah dilakukan lebih dari 30 kali dan baru pada pengujian terakhir ini dikabulkan.
Lebih jauh, ia menuturkan pemerintah melihat ada perubahan sikap MK terhadap konstitusionalitas norma Pasal 222 UU Pemilu tersebut dibanding putusan-putusan sebelumnya.
Namun, kata dia, apa pun pertimbangan hukum MK dalam mengambil putusan itu, pemerintah menghormatinya dan tidak dalam posisi dapat mengomentarinya sebagaimana para akademisi atau aktivis.
“MK berwenang menguji norma UU dan berwenang pula menyatakannya bertentangan dengan UUD 45 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap dia.
Menko menambahkan, setelah adanya tiga putusan MK Nomor 87, 121, dan 129/PUU-XXII/2024 yang membatalkan keberadaan ambang batas pencalonan pasangan presiden dan wakil presiden itu, pemerintah secara internal akan membahas implikasinya terhadap pengaturan pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) Tahun 2029.