Selain itu, dia menyebutkan, dampak ekonomi akibat konsumsi rokok juga tidak main-main. Penelitian Zanfina (2020) mengungkapkan bahwa total biaya kehilangan produktivitas akibat merokok mencapai Rp2.755,5 triliun, nyaris setara dengan APBN Indonesia.
Dalam skala tahunan, Indonesia mengalami kerugian PDB sebesar Rp 153 triliun akibat rokok. Studi Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2022 pun juga mengungkap pengguna rokok elektronik meningkat 10 kali lipat dalam satu dekade terakhir, dari 0,3% (2011) menjadi 3,0% (2021), menandakan industri masih terus menargetkan anak muda dengan produk alternatif tak kalah berbahaya.
Dalam kampanye Presiden Prabowo, kata Manik, Beliau menekankan pentingnya investasi dalam kesehatan dan peningkatan kualitas SDM. Namun, menurut dia, janji ini tidak akan terwujud tanpa langkah konkret dalam penegakan regulasi seperti PP 28/2024 tentang Kesehatan.
“Jika tidak, janji tersebut berisiko menjadi sekadar retorika, atau hanya tertulis diatas kertas,” tegasnya.
Program Manager IYCTC, Ni Made Shellasih menambahkan bahwa tanpa implementasi regulasi ini, Indonesia akan kehilangan momentum untuk menyelamatkan generasi muda dari cengkeraman industri rokok.