Hal itu sekaligus menjadi salah satu faktor pemicu kejadian bencana hidrometeorologi basah yang bertubi-tubi di sejumlah wilayah di Jawa Tengah seperti banjir dan tanah longsor di Pekalongan dan Kendal, banjir di Grobogan dan Demak pada periode sama.
Bahkan, jika di tarik garis lurus, jarak antara Desa Ratamba dengan Desa Kasimpar, Kecamatan Petungkriyono, menjadi lokasi bencana tanah longsor di Kabupaten Pekalongan dengan korban jiwa 25 orang itu hanya terpaut jarak 30 kilometer saja.
“Artinya bisa dikatakan bahwa memang curah hujan yang sangat tinggi terkonsentrasi di wilayah tersebut pada saat itu,” ujar Abdul Muhari.
Selain curah hujan, faktor pemicu gerakan tanah selanjutnya adalah saluran drainase dan sungai yang dibangun belum sepenuhnya menggunakan material kedap air sehingga terjadi peresapan air.
Hasil temuan fakta di lapangan, jalan penghubung Kecamatan Pejawaran-Kecamatan Batur dibangun di atas batulempung Formasi Kalibiuk (Tpb),
lapisan batulempung (lapisan impermeabel).
Oleh sebab itu, ketika curah hujan tinggi ditambah drainase buruk lantas menyebabkan tanah menjadi jenuh air dan mudah bergerak. Di samping itu terjadi peningkatan tekanan air pori ditambah bobot massa tanah dan berkurangnya daya ikat tanah turut mendukung terjadinya fenomena tersebut.