IPOL.ID – Pemerintah Kota Jakarta Utara bersama Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan Jakarta Pluit menggelar rapat kerja guna membahas optimalisasi perlindungan tenaga kerja di sektor jasa konstruksi. Langkah ini bertujuan memastikan setiap pekerja yang terlibat dalam proyek konstruksi di wilayah Jakarta Utara mendapatkan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan secara menyeluruh.
Kepala BPJS Ketenagakerjaan Jakarta Pluit, Tetty Widayantie, menyampaikan rapat ini merupakan tindak lanjut dari berbagai regulasi yang telah ditetapkan. Di antaranya adalah Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 15 Tahun 2023 yang merevisi aturan sebelumnya mengenai pelaksanaan program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Selain itu, pertemuan ini juga menindaklanjuti nota kesepahaman antara Pemprov DKI Jakarta dan BPJS Ketenagakerjaan Kanwil DKI Jakarta terkait pelaksanaan program perlindungan pekerja, serta surat undangan rapat dari Kepala Suku Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu.
Dalam sektor jasa konstruksi, pekerja berhak mendapatkan perlindungan melalui program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). Tetty menegaskan bahwa setiap perusahaan jasa konstruksi diwajibkan mendaftarkan proyeknya ke BPJS Ketenagakerjaan agar seluruh tenaga kerja yang terlibat otomatis mendapatkan perlindungan.
Tidak seperti kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan pada sektor lain yang mendaftarkan pekerja secara individu, sektor jasa konstruksi cukup mendaftarkan proyek yang dikerjakan. Dengan sistem ini, semua pekerja dalam proyek tersebut secara otomatis menjadi peserta program Jamsostek.
“Sistem ini dibuat untuk mempermudah sektor jasa konstruksi, mengingat banyaknya tenaga kerja borongan atau harian yang sifatnya dinamis. Iuran pun dihitung berdasarkan persentase nilai proyek, dengan tarif yang sangat terjangkau, hanya nol koma sekian persen dari total nilai proyek,” jelas Tetty.
Kepesertaan ini berlaku sejak perusahaan menerima Surat Perintah Kerja (SPK). Setelah mendaftar, perusahaan wajib membayar iuran yang dapat dilakukan secara langsung maupun dicicil sesuai tahapan pembayaran proyek.
Meski iuran tergolong murah, Tetty mengingatkan perusahaan untuk tidak menunda atau menunggak pembayaran. Status kepesertaan yang tidak aktif akibat keterlambatan pembayaran dapat menghambat akses terhadap manfaat program Jamsostek.
Jika perusahaan lalai dalam pembayaran iuran, mereka harus menanggung sendiri biaya risiko kecelakaan kerja sesuai ketentuan BPJS Ketenagakerjaan. “Sektor konstruksi memiliki tingkat risiko kecelakaan kerja yang tinggi, dan biaya pemulihan akibat kecelakaan bisa sangat besar,” ujarnya.
Lebih lanjut, perusahaan yang tidak memenuhi kewajibannya berpotensi menghadapi tuntutan hukum, baik dari pekerja maupun ahli waris mereka. BPJS Ketenagakerjaan juga berhak mengambil tindakan hukum terhadap perusahaan yang tidak patuh dalam membayar iuran.
Sebaliknya, perusahaan yang tertib dalam pembayaran iuran akan mendapatkan perlindungan penuh dari BPJS Ketenagakerjaan. “Jika terjadi kecelakaan, perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya. Semua kebutuhan medis pekerja yang mengalami kecelakaan ditanggung tanpa batas biaya atau batas waktu pemulihan. Selain itu, pekerja tetap menerima upah hingga mereka pulih dan bisa kembali bekerja,” pungkas Tetty. (msb/dani)