Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan kajian terhadap kedua program ini untuk mengidentifikasi potensi risiko korupsi yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Dalam Quick Wins, ditemukan sejumlah potensi penyimpangan yang perlu diperbaiki.
Di antaranya adalah adanya peserta pemeriksaan kesehatan yang fiktif, standar layanan yang tidak jelas dalam seleksi penerima manfaat, serta risiko penggelembungan harga dan praktik persekongkolan dalam pengadaan barang dan jasa.
Di sisi lain, program IHSS juga menghadapi sejumlah tantangan. KPK mencatat bahwa 14 persen dari rumah sakit penerima bantuan dalam proyek SIHREN tidak memiliki infrastruktur yang memadai, sementara 20 persen lainnya kekurangan tenaga medis. Kondisi ini berpotensi menyebabkan alat kesehatan yang disalurkan menjadi tidak terpakai, yang berujung pada pemborosan anggaran.
Proyek SOPHI pun tidak luput dari masalah, di mana distribusi alat kesehatan ke puskesmas mengalami kendala. Sebanyak 69 persen puskesmas mengusulkan alat yang sudah mereka miliki, 45 persen menerima alat yang tidak sesuai dengan kebutuhan, dan 34 persen puskesmas bahkan tidak mendapatkan alat yang diajukan. Selain itu, pengadaan alat dalam bentuk paket murah juga dinilai kurang efisien dan tidak ekonomis.