“Saat ini, lebih dari 5% populasi dunia atau sekitar 430 juta orang memerlukan rehabilitasi pendengaran, termasuk 34 juta anak-anak. Pada tahun 2050, diperkirakan 2,5 miliar orang akan mengalami gangguan pendengaran pada tingkatan tertentu, dan setidaknya 700 juta orang akan membutuhkan rehabilitasi pendengaran,” jelas Yudhi.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa lebih dari 1 miliar orang dewasa muda berisiko mengalami gangguan pendengaran permanen akibat kebiasaan mendengarkan suara dengan volume tinggi dalam jangka waktu lama.
“Diperlukan investasi tambahan sebesar 1,4 USD per orang per tahun untuk memastikan akses layanan kesehatan pendengaran dan telinga yang optimal,” tambahnya.
Di Indonesia, hasil Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan bahwa prevalensi disabilitas pendengaran pada usia ≥1 tahun sebesar 0,4%, dengan proporsi pengguna alat bantu dengar mencapai 4,1%.
“Artinya, 4 dari 100 orang di Indonesia adalah pengguna alat bantu dengar. Ini menunjukkan bahwa angka disabilitas akibat gangguan pendengaran cukup tinggi di Indonesia,” jelas Yudhi.