Ditambahkannya, dalam memberikan perlindungan ke depan diperlukan upaya bersama dalam mencegah kriminalisasi dan pengawasan atas sejumlah ancaman, khususnya jurnalis perempuan, lewat membangun mekanisme perlindungan dari serangan berbasis gender, peretasan dan stigmatisasi.
“Kekerasan berbasis gender online yang dialami perempuan pembela HAM, baik secara personal maupun terkait aktivitasnya sebagai jurnalis, perlu menjadi perhatian serius bersama. Untuk itu diperlukan dukungan yang holistik dalam mengupayakan perlindungannya” ujar Wawan.
Berdasarkan catatan permohonan perlindungan ke LPSK sejak 2021-2024 terdapat 21 permohonan dari jurnalis. Tindak Pidana yang dialami meliputi pengeroyokan, pembakaran rumah, penganiayaan, ITE, pengrusakan barang dan lain-lain.
Posisi jurnalis rentan terhadap sejumlah kekerasan yang mengancam keselamatan mereka seperti pada kasus pembunuhan wartawan di Karo Sumatera Utara, Pelemparan Bom Molotov di Kantor Redaksi Jubi Papua, kekerasan pada Jurnalis Tempo di Surabaya, kekerasan jurnalis di Halmahera Selatan dan lain-lain.