IPOL.ID – Selama puluhan tahun, Sritex menjadi pilar industri tekstil Indonesia. Bermula dari toko kain kecil di Jawa Tengah, perusahaan ini menjelma menjadi salah satu produsen tekstil terbesar di Asia Tenggara, bahkan memasok seragam militer untuk Tentara Nasional Indonesia (TNI) hingga negara-negara NATO.
Kini, Sritex tinggal nama. Putusan pailit yang dijatuhkan akhir tahun lalu dan dikuatkan oleh Mahkamah Agung pada Desember 2024 mengakhiri segalanya. Per 1 Maret, Sritex resmi menutup seluruh operasionalnya.
Runtuhnya raksasa tekstil ini menimbulkan banyak pertanyaan: Apa yang menyebabkan kejatuhannya? Bagaimana dampaknya bagi ekonomi Indonesia? Apakah ini menjadi tanda deindustrialisasi yang semakin dalam?
Bagaimana Sritex menjadi raksasa tekstil?
Kisah Sritex bermula pada 1966, ketika pendirinya, Muhammad Lukminto, membuka toko kain kecil di Pasar Klewer, Solo, Jawa Tengah. Dua tahun kemudian, usahanya berkembang ke industri produksi tekstil, dan pada 1978, perusahaan ini resmi menjadi perseroan terbatas.