IPOL.ID – Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), Feri Wibisono menyampaikan bahwa perkara korupsi yang bisa diungkap masih berada pada angka di bawah 10 persen.
Pasalnya, masih banyak beberapa kasus korupsi dari masa lalu hingga sekarang yang tidak ditangani dikarenakan tidak adanya pengaduan mengenai perkara korupsi.
Sehingga hanya beberapa perkara korupsi saja yang dapat terungkap, dan dari perkara tersebut yang bisa direcover dan dikembalikan berada dibawah 10 persen.
“Konsentrasi dari penegak hukum tidak hanya menyelesaikan perkara, tetapi juga mencari aset yang bisa di sita sebagai bagian dari pengembalian harta negara yang pastinya memerlukan cara luar biasa. Penyitaan aset dilakukan sebagai bagian dari bayaran uang pengganti,” ujar Feri saat menjadi Keynote Speaker pada acara Focus Group Discussion (FGD) Pusat Strategi Kebijakan Penegakan Hukum, Rabu (30/8).
FGD bertema “Strategi Keperdataan Guna Keberhasilan Pemulihan dan Pengembalian Kerugian Negara dalam Perspektif Peraturan Kejaksaan RI Nomor 7 Tahun 2021”, diikuti oleh para peserta dari seluruh satuan kerja di Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri hingga Cabang Kejaksaan Negeri.
Lebih lanjut, Feri menjelaskan bahwa terdapat beberapa tantangan dalam pemulihan keuangan negara. Di antaranya, White Collar Crime, korupsi memiliki sifat yang terorganisir dan transnasional, Penyembunyian aset di luar negeri dan hasil tindak pidana korupsi diatasnamakan kepada pihak ketiga.
Lalu, aset dapat dialihkan dengan waktu yang cepat, sedangkan profiling membutuhkan waktu yang cukup lama, dan Informasi transaksi seringkalli terlambat sehingga dapat direkayasa.
Oleh karenanya, Feri menuturkan bahwa instrumen yang dapat menjadi alat bukti dalam perkara tindak pidana korupsi meliputi dokumen elektronik mengenai data pribadi dan bukti mutasi rekening pelaku.
“Berdasarkan bukti yang telah dilacak, dapat diketahui gender dan pemilik dari aset tersebut (pelaku). Itu Mengacu pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, informasi atau dokumen elektronik merupakan alat bukti yang sah,” pungkas Feri. (Yudha Krastawan)