IPOL.ID – Pemberian remisi terhadap 214 orang koruptor tahun ini oleh pemerintah terus mendapatkan sorotan. Pasalnya pemberian remisi tersebut tidak sesuai dengan visi dan misi pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Tidak sinkron antara visi misi serta semboyan-semboyan pemberantasan korupsi dengan praktik aparat penegak hukum. Hukum masih seperti pisau dapur, tajam ke bawah tumpul ke atas,” ujar Direktur Eksekutif Indonesia Justice Watch (IJW), Akbar Hidayatullah, Senin (23/8).
Akbar pun mencontohkan pemberian remisi terhadap terpidana Djoko Sugiarto Tjandra dan mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang belum jelas alasannya. Diketahui, Djoko Tjandra tersandung dalam tiga perkara tindak pidana, dan baru menjalani setahun masa hukumannya atau sepertiga dari pidana pertama.
Sedangkan, Pinangki belum setahun menjalani masa hukumannya namun telah mendapatkan remisi setelah dipangkas hukumannya di pengadilan tingkat banding.
“Kalau dalam hal Djoko Tjandra cs ya kita menduga jangan-jangan proses hukum ini hanya sandiwara untuk menyelamatkan kepentingan pihak tertentu,” singgungnya.
Akbar pun menilai, pemberian remisi terhadap koruptor yang juga sebagai diskresi oleh pemerintah sampai sekarang belum jelas standarnya seperti apa.
“Ya, ini hal yang ironis di Indonesia, hukum dijalankan dengan diskresi yang kita juga tidak ketahui standarnya bagaimana,” kata Akbar.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri menyatakan bahwa remisi merupakan hak seorang narapidana untuk mendapat pengurangan pidana.
“Namun pemberian remisi tersebut harus dengan syarat-syarat yang telah ditentukan,” kata Ali dalam keterangannya dalam keterangannya, Sabtu (21/8).
Sebelumnya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM mengumumkan pemberian remisi kepada 214 orang dari 3.496 orang terpidana korupsi.
Kabag Humas dan Protokol Ditjenpas Rika Aprianti mengatakan pemberian remisi ini sudah sesuai aturan dan Pasal 14 ayat 1 huruf i UU tentang Pemasyarakatan. Dimana ada dua kategori koruptor yang mendapatkan remisi, yakni diberikan berdasarkan PP 28/2006 Pasal 34 ayat 3 dan PP 99/2012 Pasal 34A ayat 1.
Rika menyebut narapidana korupsi yang mendapatkan remisi juga harus memenuhi syarat. Salah satu syaratnya berkelakuan baik dan telah menjalani sepertiga masa pidana.
“Terdapat narapidana tindak pidana korupsi yang mendapatkan remisi umum berdasarkan PP 28 Pasal 34 ayat 3 karena telah memenuhi persyaratan, yaitu berkelakuan baik dan telah menjalani sepertiga masa pidana,” katanya.
“Sedangkan narapidana tindak pidana korupsi yang mendapatkan remisi umum berdasarkan PP 99, karena telah memenuhi persyaratan bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang telah dilakukannya, dinyatakan secara tertulis dan ditetapkan oleh instansi penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan,” tambah Rika.(ydh)