indoposonline.id – Jajaran Subdit 2 Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya berhasil mengungkap dan menangkap 7 pelaku kasus penipuan dan penggelapan yang diotaki pasangan suami istri (pasutri) DK alias DW dan KA. Modus yang mereka lakoni menawarkan investasi sejumlah proyek, diantaranya bidang tambang yang semuanya fiktif.
Akibatnya korban ARN yang merupakan seorang pengusaha mengalami kerugian hingga Rp39,5 miliar atau tepatnya Rp39.538.849.015. “Tersangka DK mengaku mantan menantu salah satu petinggi Polri, untuk membuat korban percaya atas tawaran investasi proyek fiktifnya,” terang Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus di Mapolda Metro Jaya, Rabu (27/1/2021).
Kombes Yusri mengatakan, dari 7 tersangka yang diamankan pekan ini, dua pelaku merupakan otak kasus ini dilakukan penahanan. Sementara lima lainnya tidak. “Otak kawanan ini adalah pasangan suami istri DK dan KA. Kepada korban, pelaku mengaku mantan menantu salah satu petinggi Polri. Dengan begitu diharapkan korban percaya hingga mau menginvestasikan dananya,” kata Yusri.
Tak hanya DK dan KA, lanjut Yusri, lima tersangka lainnya yang tidak dilakukan penahanan adalah FCT, BH, FS, DWI, dan CN. “Tersangka pasutri dilakukan penahanan karena berperan aktif dalam melakukan penipuan dan penggelapan serta menampung uang hasil kejahatan tersebut,” ujar Yusri.
Adapun lima lainnya tidak dilakukan penahanan karena peranannya pasif. “Dan kelima tersangka tersebut kooperatif,” tambahnya.
Yusri menjelaskan, penipuan yang dilakukan para tersangka pada korban dilakukan mulai Januari 2019 hingga akhir 2020. “Ada 6 proyek fiktif yang ditawarkan kepada korban untuk berinvestasi sepanjang 2019 sampai awal 2020,” ungkap Yusri.
Proyek fiktif itu mulai dari beberapa proyek tambang batu bara hingga proyek pengurusan perparkiran di mall dan hotel. “Karena pelaku DW mengaku mantan menantu petinggi Polri, serta besarnya keuntungan yang ditawarkan, membuat korban tertarik menanamkan uangnya untuk 6 proyek yang ditawarkan itu,” bebernya.
Karenanya, sejak 2019, korban sudah mengeluarkan dana sebesar Rp 39,5 Miliar. “Pelaku mengaku memiliki banyak pengalaman di bidang bisnis perminyakan dan memiliki banyak proyek yang menjanjikan banyak keuntungan,” kata Yusri.
Kemudian tersangka menawarkan kerjasama proyek tersebut kepada korban dengan menunjukkan worksheet proyek yang isinya penjabaran modal yang dibutuhkan dan keuntungan yang akan diperoleh oleh korban. “Tersangka meminta korban untuk memberikan uang atau dana dalam rangka membiayai proyek-proyek tersebut. Hingga totalnya sebesar Rp 39,5 Miliar,” ungkapnya.
Namun korban mulai curiga pada akhir 2020, dan akhirnya diketahui semua proyek yang ditawarkan adalah fiktif. “Korban ARN seorang pengusaha, akhirnya melaporkan dugaan penipuan ke Polda Metro Jaya pada 21 Januari 2020,” katanya.
Berbekal laporan dari korban, petugas melakukan penyelidikan dan pengumpulan barang bukti hingga membekuk 7 tersangka.
Kasubdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Dwiasi Wiyatputera menegaskan, karena perbuatannya para tersangka dijerar Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan atau pasal 372 KUHP tentang penggelapan dan atau pasal 263 ayat (2) KUHP Jo Pasal 3,4,5 UU RI Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). “Ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara dan denda hingga Rp 10 Miliar,” tandasnya. (car)