indoposonline.id – Pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) sukses mengubah seluruh tatanan. Dunia bisnis mengalami goncangan. Perusahaan melakukan efisiensi untuk sekadar bertahan. Pemutusah hubungan kerja (PHK) dipilih sebagai opsi terbaik untuk menyelamatkan operasional.
Di tengah ketidakpastian itu, selalu tersedia asa. Harapan itu, ditangkap Edward D, CEO sebuah perusahaan dengan fokus penjualan online. Pemuda berusia 26 tahun itu, melihat peluang besar, di tengah badai pandemi. Tanpa melupakan unsur social dari core value grup perusahaan, Edward membantu pasar lokal Indonesia. Saat ini, perusahaannya meluncurkan salah satu brand lokal bidang fashion sepatu wanita bernama ZODE sekitar 3 bulan lalu.
Kendati usia ZODE masih muda, namun persiapan sudah dimulai tahun lalu. Saat ini, perusahaan dihuni lebih dari 50 karyawan. Terus bertambah seiring perkembangan perusahaan. Dengan perencanaan matang, penjualan meningkat 250 persen tiga bulan terakhir. Brand Zode, diciptakan secara exclusive untuk segment online market. Tidak mempunyai toko offline. “Brand kami fokus menjalin kerja sama dengan platform E-commerce dalam pengembangan bisnis. Strategi itu, salah satu kunci brand Zode berkembang pesat,” tutur Edward, di Jakarta, Rabu (20/1/2021).
Edward memilih usaha penjualan sepatu wanita, karena Indonesia salah satu negara dengan kekuatan small medium enterprises (SME) bidang sepatu wanita. Dengan begitu, sisi kualitas, bahan, dan pengerjaan tidak perlu diragukan. Brand Indonesia juga mudah diterima di kawasan Asia, khususnya Asia Tenggara. Brand Zode dipatok menembus kawasan Asia Tenggara pada 2024. “Kami menyasar perempuan berusia 18-35 tahun. Usia itu, lebih konsumtif dibanding pria atau wanita di atas 35 tahun, dan di bawah 18 tahun,” ujarnya.
Edward membagi tiga tips agar bisa bertahan di tengah pandemi. Pertama terus berinovasi dan tanggap terhadap kebutuhan market online. Itu akan membuat pelanggan makin loyal terhadap produk. Kedua, para pengusaha harus mengetahui dan menguasai nilai keunikan produk. Kalau produk sudah menyatu dengan konsumen, otomatis menjadi identitas brand. Terakhir, penjual harus cekatan menangani keluhan para pelanggan. Hal ini akan memiliki nilai baik untuk meningkatkan loyalitas terhadap suatu produk. “Kami selalu memperhatikan purna jual produk,” beber pria mengambil jurusan Bisnis International di Universitas Binus ini. Selain itu, Edward selalu belajar dari kompetitor. Baik itu kesalahan dan kesuksesan. “Kompetitor itu bukan musuh atau saingan. Namun, guru dengan segudang pelajaran,” tutupnya. (msb)