Tujuan pasal itu jelas: agar Suu Kyi tidak bisa jadi presiden –biar pun partainyi menang. Kewarganegaraan ganda anaknyi memang sudah ”diselesaikan” lebih dulu: pemerintahan militer sudah mencabut dua paspor Myanmar anak Suu Kyi.
Ada lagi: tiga jabatan menteri harus di tangan militer. Yakni menteri pertahanan, menteri perbatasan, dan menteri dalam negeri.
Dengan konstitusi seperti itu militer bisa menerima kemenangan partainya Suu Kyi. Apa boleh buat.
Suu Kyi pun tidak bisa menjadi presiden. Jabatan formal Suu Kyi adalah menteri luar negeri. Lalu diciptakan jabatan konselor atau penasihat negara untuk dia. Presidennya sendiri hanyalah petugas partai. Semua harus tunduk kepada menteri luar negeri –ketua umum partai.
Rakyat pun semakin bersemangat. Untuk membuat kemenangan lebih besar lagi di Pemilu kedua tahun lalu. Agar konstitusi seperti itu bisa dirombak. Berhasil. Menang 83 persen.
Rupanya militer merasa terancam. Hasil Pemilu itu ditolak. Dengan alasan Pemilunya tidak jujur. Banyak golongan minoritas tidak mendapat hak suara. Di kawasan Rohingya saja terdapat 1,5 juta pemilik suara tidak bisa mencoblos.