Yang harus diiris adalah selangkangan saya. Untuk memasukkan kateter menuju otak.
Sambil menyiapkan pisau, Terawan mendendangkan lagu ”di doa ibu ada namaku”. Suaranya merdu. Nadanya sempurna. Saya terbawa ke makna lagu itu. Tidak terasa pisau sudah selesai menyayat selangkangan saya.
Saya pun menulis artikel –tiga seri– untuk menceritakan semua proses DSA waktu itu.
Tahun berikutnya saya mengajak istri untuk menjalaninya. Sang istri punya syarat: harus bersama saya. Maka saya pun menjalani DSA kali kedua.
Pun sampai sekarang DSA terus dilakukan di RSPAD Gatot Subroto. Bahkan kian populer. Kian banyak yang melakukannya. Kian banyak juga rumah sakit yang ikut mempraktikkannya –termasuk di Surabaya dan Solo.
Terawan pun mendidik banyak dokter untuk punya keahlian di bidang itu. “Kira-kira 20 orang yang sudah saya didik bisa melakukan DSA. Termasuk yang kini bertugas di Solo itu,” ujar Terawan.
Berapa orang yang sudah menjalani DSA?
“Sampai sekarang, di RSPAD saja, sudah lebih 40.000 orang,” katanya.