Indoposonline.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) gencar melakukan penyitaan terhadap aset tersangka dugaan korupsi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri). Langkah itu dilakukan sebagai upaya pengembalian kerugian negara sebesar Rp 23,7 triliun, dari korupsi yang menyeret BUMN tersebut.
Sayangnya penyitaan tersebut diperkirakan belum menutupi seluruh jumlah kerugian negara. Mengingat penyidik baru menyita aset tersangka di dalam negeri, belum di luar negeri.
Pengamat hukum internasional dan kebijakan publik, Karel Harto Susetyo meminta kepada penyidik untuk melacak dan menyita aset tersangka di luar negeri guna menutup kerugian negara.
Namun yang perlu dicatat, pelacakan dan penyitaan aset tersangka di luar negeri harus melibatkan atau bekerja sama dengan otoritas negara setempat. “Ya harus dong, karena tidak bisa penegak hukum kita bekerja di wilayah kedaulatan negara lain tanpa adanya kerjasama internasional,” kata Karel ketika dihubungi indoposonline, Minggu (28/3).
Menurutnya kerjasama itu bisa dilakukan baik dalam konteks bilateral maupun multilateral antar negara. “Jadi (kerjasama) bisa dilakukan dengan dua konteks tersebut,” jelas Karel.
Sementara itu, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Febrie Adriansyah memastikan penyidik tengah mencari aset tersangka kasus dugaan korupsi PT Asabri di luar negeri.
Hanya saja, diakuinya, pihaknya masih menemukan kendala, seperti persoalan Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana atau Treaty on Mutual Legal Assistance (MLA).
“Mudah-mudahan MLA-nya bisa lancar sehingga teman penyidik bisa langsung berangkat. Terutama Singapura yang bisa diprioritaskan dulu,” ujar Febrie.
Sekadar diketahui, MLA digunakan untuk memudahkan Indonesia dalam pemberantasan korupsi dan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi (asset recovery).(ydh)