Indoposonline.id – Menjadi awak kapal selam tidaklah mudah. Saringan kelulusan yang sangat ketat melalui sejumlah tes dan pendidikan khusus sudah dipacu sejak awal. Salah seorang anggota dari korps marinir TNI Al, Serma Marinir M. Syafrudin, SH, MH, membagikan pengetahuannya. Dalam laman blog media sosial nya, eks pasukan UNIFIL PBB untuk Lebanon ini mengupas detail bagaimana calon awak kapal selam ini mendapatkan brevet kebanggan Hiu Kencana.
Di jajaran TNI AL, ada empat jenis pendidikan khusus untuk mendidik prajurit-prajurit pilihan yang memiliki talenta khusus. Keempat jenis pendidikan itu adalah Pendidikan Intai Amfibi (Taifib), Komando Pasukan Katak (Kopaska), Juru Selam (Jursel) dan Calon Awak Kapal Selam Brevet TNI AL.
Calon prajurit Taifib dididik di Sekolah Perang Khusus (Serangsus) Komando Pendidikan Marinir (Kodikmar) Kodiklatal, sedangkan Kopaska, Jursel dan Cawakasel digembleng di Pusat Pendidikan Khusus (Pusdiksus) Komando Pendidikan Operasi Laut (Kodikopsla) Kodiklatal Surabaya.
Pendidikan untuk prajurit khusus lainnya, hingga saat ini, situasi mudah bagi seorang prajurit TNI AL untuk bergabung dan mengikuti pendidikan calon awak kapal selam ini. Bagi para prajurit TNI AL dari seluruh satuan yang terkenal dii seluruh tanah air harus mengikuti seleksi super ketat dengan standar kelulusan yang mematok nilai di atas rata-rata untuk hampir seluruh jenis tes mulai dari kesehatan, kesamaptaan jasmani, psikotes hingga tes Kesehatan Jiwa (Keswa) .
Karena tingginya tingkat kelulusan yang dipatok panitia ini maka tak heran dalam setiap gelombang pendidikan hanya puluhan prajurit dari strata Perwira, Bintara dan Tamtama yang lulus dan lolos seleksi. Dari 200-300 prajurit pilihan yang sudah terseleksi di satuan-satuan, biasanya untuk Dik Brevet termasuk Cawakasel yang lulus seleksi hanya 10-25 personel.
Lulus dari seleksi, para Cawakasel selanjutnya digembleng dan digodok selama sembilan bulan di Pusdiksus Kodikopsla Kodiklatal Surabaya. Di tempat ini tidak ada kata-kata santai. Dari awal mereka masuk, gemblengan dan tekanan luar biasa akan masuk para Cawakasel. Mereka harus dibiasakan hidup dalam tekanan dan siap makan, risiko besar sesuai dengan tempat penugasan mereka di dalam ruangan sempit berdinding baja tebal, yang melayang di dalam udara bertekanan tinggi di laut yang disebut kapal selam.
Para Cawakasel dididik secara bertahap dengan materi khusus pendalaman tentang ke-kapal selam-an. Salah satu materi yang mengajar kepada mereka ini antara lain pelarian gratis yaitu latihan penyelamatan personel bagi kapal selam yang terjadi kedaruratan dan kapal tidak bisa timbul ke permukaan.
Latihan biasanya dilaksanakan selama tujuh hari di diving tank, Dinas Penyelaman Bawah Air (Dislambair) Koarmatim, Surabaya. Pelarian gratis merupakan dasar ketrampilan yang wajib dijalani bagi setiap personel yang akan mengawaki kapal selam setelah mendapatkan teori Pendidikan Dasar Kapal Selam (PDKS).
SEBELUM bebas melarikan diri di diving tank digelar di Kedalaman 15 meter, Siswa akan menjalani beberapa Tahap latihan terlebih dulu sebagai Pemanasan. Tahap pertama mereka berlatih di dalam tangki penyelaman kedalaman 5 meter berupa perangkap air selama 15 menit, kemudian tahap ketahanan nafas dalam air selama satu menit, dan menyelam kedasar tangki tanpa peralatan.
Selain latihan tersebut, siswa juga akan mempelajari pelajaran mengenai penggunaan atau peralatan selam menggunakan aqualung, masker, moutfish, pemberat (balas), dan fin dan kelengkapan lainnya.
Menjelang akhir pendidikan, Cawakasel mengikuti latihan praktik berlayar. Latihan praktik ini adalah untuk memberikan pengalaman praktik di lapangan kepada para siswa yang merupakan penjabaran dan aplikasi teori pada tahap pertama dan kedua yang sudah diterima di kelas. Pada latihan tahap tiga ini, seluruh siswa akan mempelajari penggunaan peralatan langsung dari kapal selam tipe 209.
Biasanya latihan ini dilaksanakan selama dua bulan termasuk peraturan Dinas Dalam TNI AL secara langsung di kapal, latihan teknik pemasukan dan pengeluaran senjata torpedo, pengisian baterai, seluruh pesawat sesuai kejuruan yang dimiliki dan diakhiri dengan praktik berlayar selama lima hari di laut. Usai tahap ini barulah para Cawakasel layak mendapatkan brevet kebanggaan Hiu Kencana.
Gaji dan Tunjangan Lebih Tinggi
Bekerja dengan risiko dan tekanan yang lebih tinggi dibanding prajurit TNI pada umumnya membuat prajurit khusus kapal selam digaji lebih besar. Sesuai kepangkatan, gaji pokok para ABK kapal selam relatif sama dengan prajurit biasa, namun mereka mendapatkan “honor” masa kerja sehingga gaji
Sebagai gambaran, penulis pada tahun 2010 berpangkat Serda dengan masa kerja (8) delapan tahun bergaji Rp 2.643.300, rekan seangkatan penulis Serda Budi yang bertugas di Kapal Selam ternyata bergaji Rp. 3.425.400, -. Selisih gaji yang ada ternyata karena Sersan Budi mendapat “fee” masa kerja 2 kali lipat, yang seharusnya 8 tahun menjadi 16 tahun.
Ternyata bukan ekstra masa kerja yang mereka dapatkan, seperti halnya para prajurit yang bertitel khusus, mereka juga mendapatkan tunjangan khusus Brevet, tunjangan menyelam, tunjangan risiko dan risiko lainnya sesuai aturan yang ada.
Gaji dan tunjangan yang besar tersebut adalah sesuatu yang wajar karena tekanan yang diterima kapal selam ini sangat besar, baik tekanan kerja maupun tekanan lingkungan tempat bekerja itu sendiri. Mereka bekerja seperti di dalam botol, situasi, atmosfir, dan psikologis yang sangat berbeda. Mereka pun terputus dengan dunia luar.
Kalau situasi cuaca tidak aman, para awak kapal selam ini bisa 40 hari tanpa henti di bawah udara. Hanya sedikit saja yang mereka lakukan atau karena faktor alut yang sudah tua, mereka akan menerima logistik sebagai awak kapal selam, gugur bersama dengan bulatan baja berongga yang menjadi rumah kedua mereka.
Selamat jalan dan selamat bertugas pahlawan bangsa. Salam Bangga dan Hormat untuk Rekan-rekan Nanggala 402. Kalian sesungguhnya adalah prajurit yang berpatroli menjaga laut nusantara abadi selamanya. Tabah Sampai Akhir… Wira Ananta Rudhiro. (Tim)