Yang kedua, kata Royce, bayi itu anak yang baik dan sopan. Ia meninggal setelah pesta ulang tahun bapaknya selesai. “Anak itu tidak mau memberi hadiah ulang tahun yang menyedihkan buat papanya. Ia pilih meninggal sehari kemudian,” katanya.
Yang ketiga, ujar Royce, anak itu pandai: memilih meninggal di bulan suci Ramadhan.
Seminggu kemudian, Royce kembali ke dokter langganannya. Benar. Ari-arinya sudah tidak bergerak. Air ketubannya juga sudah tidak ada. Berat badan sang istri juga sudah turun 2 Kg.
Saatnya operasi pengambilan mayat bayi itu dilakukan. Berhasil. Sang ibu baik-baik saja.
Royce terus merenung. Mengapa semua itu terjadi. Saat perut sang istri dibuka, tidak ada kecurigaan apa pun yang menyebabkan si bayi mati. Tali pusarnya pun masih terhubung sempurna dengan si ari-ari.
“Ini benar-benar karma,” kata Royce.
Ia pun ingat orang tuanya suka adu jago. “Harusnya kita tidak boleh bisnis berdarah-darah,” katanya.
Ternyata, simpul Royce, kepintaran saja tidak bisa menyelamatkan nyawa. Padahal dokter itu kurang pintar apa.