indoposonline.id – Pemerintah China mengungkap kasus pertama flu burung H10N3 pada manusia. Hal itu diungkap Komisi Kesehatan Nasional China (NHC), Selasa (11/6/2021).
Laman Reuters melaporkan, menurut pernyataan di situs web NHC, jenis flu burung H10N3 biasanya menyebabkan penyakit ringan pada unggas. Dan tidak ada kasus infeksi virus yang dilaporkan pada manusia.
Namun pada 23 April, seorang pria berusia 41 tahun di Kota Zhenjiang mengalami demam yang berlanjut pada hari-hari berikutnya. Lalu pada 28 April dia memeriksakan diri ke rumah sakit setempat untuk mendapatkan perawatan.
H10N3 memang hanya menyebabkan penyakit ringan pada inang alaminya. Hanya hal itu mungkin tidak berlaku ketika strain tersebut menular ke manusia.
Pada 28 Mei, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China (CCDC) melakukan analisis genetik pada spesimen dari pria yang terinfeksi. Akhirnya CCDC menyatakan yang bersangkutan terinfeksi H10N3.
CCDC kemudian memantau provinsi sekitar Jiangsu untuk kasus infeksi tambahan dan secara khusus mencari kontak dekat pria itu. Beruntung, mereka tidak menemukan kasus tambahan. Pria itu sekarang dalam kondisi stabil dan siap untuk keluar dari rumah sakit, kata pernyataan itu lagi.
“Para ilmuwan perlu memeriksa secara menyeluruh bahan genetik dari galur yang menginfeksi manusia untuk melihat perbedaannya dari sampel H10N3 yang dikumpulkan di masa lalu,” kata Filip Claes, Koordinator Laboratorium Regional dari Pusat Darurat PBB untuk Penyakit Hewan Lintas Batas di Kantor Regional untuk Asia dan Pasifik.
Secara umum, sambung dia, H10N3 tidak terlalu sering muncul di inang alaminya. Dari akhir 1970-an hingga 2018, para ilmuwan mengisolasi sekitar 160 sampel galur virus dari hewan yang terinfeksi, kebanyakan dari burung liar dan unggas air, dan galur itu belum terdeteksi pada ayam.
CCDC tidak merinci bagaimana atau kapan orang yang terinfeksi mungkin tertular virus dari seekor burung. “Tetapi berdasarkan penilaian CCDC sejauh ini, ada sedikit risiko penyebaran virus dalam skala besar,” kata badan tersebut.
Ketika virus flu burung membuat lompatan dari burung ke manusia, mereka biasanya tidak menyebar di antara manusia. “Saat mereka melakukannya, penularannya biasanya terbatas, tidak efisien, dan tidak berkelanjutan,” menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS.
Namun, dalam kasus yang jarang terjadi, flu burung memang dapat memicu wabah besar di antara orang-orang. Sehingga pemantauan untuk kasus infeksi baru tetap sangat penting untuk kesehatan masyarakat, menurut CDC AS. Misalnya, flu burung terakhir yang menyebabkan wabah signifikan di antara manusia adalah H7N9.
Majalah Science melaporkan, virus ini menewaskan lebih dari 300 orang pada 2016 dan 2017. Strain virus itu memiliki tingkat fatalitas kasus sekitar 40%, menurut jurnal CDC Morbidity and Mortality Weekly Report edisi 2016.
Dan pada tahun 1957, virus flu burung H2N2 bertukar gen dengan virus flu manusia dan memicu pandemi. Bukti menunjukkan jenis flu yang menyebabkan pandemi 1918, H1N1, juga berasal dari burung. Ini membantah beberapa penelitian lama yang menyatakan virus itu berasal dari campuran virus manusia dan babi.
Awal tahun ini, pihak berwenang Rusia melaporkan kasus pertama yang diketahui dari virus flu burung yang disebut H5N8 berpindah dari unggas ke manusia. Tujuh pekerja di sebuah pabrik unggas terkena strain ini, tapi tidak ada bukti penularan dari manusia ke manusia, yang berarti virus menyebar langsung dari unggas ke pekerja dan tidak menyebar dari pekerja ke manusia lain.