indoposonline.id – GeNose C19 merupakan inovasi dalam negeri yang secara luas telah digunakan sebagai alternatif alat skrining COVID-19. Pada akhir Desember 2020, Kementerian Kesehatan menerbitkan izin edar untuk GeNose C19.
Genose C19 tergolong alat elektromedis noninvasif dengan basis kecerdasan buatan (artificial intelegent /AI) yang mengandalkan banyak data dan kepatuhan pada standar prosedur penggunaan (standard operating procedure/ SOP) untuk menghasilkan performa yang baik.
GeNose C19 terbukti membantu masyarakat yang harus melakukan mobilitas sehingga tetap dapat memenuhi protokol kesehatan, khususnya saat berada di ruang publik. Semua pihak termasuk peneliti dan pengembang, distributor, operator, maupun masyarakat pengguna perlu sama-sama dapat memastikan agar tata cara penggunaan alat Genose C19 sesuai dengan SOP tersebut.
“Bisa terjadi jika GeNose C19 dioperasikan ketika kondisi lingkungannya belum ideal dan syarat belum terpenuhi, maka hasil tes bisa menunjukkan ‘low signal’ atau memunculkan hasil positif maupun negatif palsu,” jelas Juru Bicara GeNose C19, Mohamad Saifudin Hakim.
SOP Genose C19 telah disampaikan melalui distributor-distributor dan kepada semua operator secara berkala. Misalnya, salah satu yang perlu diperhatikan adalah lokasi penempatan alat.
GeNose C19 harus diletakkan di ruangan yang memiliki saturasi udara satu arah. GeNose C19 juga sudah memiliki fitur analisis lingkungan yang otomatis mengevaluasi saturasi partikel di sekelilingnya. Operator hanya perlu melakukan mode flushing untuk memeriksa udara atau lingkungan di sekitar alat selama 30 hingga 60 menit sebelum menjalankan alat.
Software GeNose C19 akan memberi tanda pada layar monitor laptop bahwa lingkungan sudah Ok atau Belum. Tanda warna hijau dan tulisan “GO” artinya sudah oke, sedangkan warna kuning atau merah dengan tanda seru berarti belum oke untuk mengoperasikan GeNose C19.
“Jika memaksa GeNose C19 beroperasi ketika kondisi lingkungannya belum Ok, maka hasil tes bisa tidak tepat. Sebagai pengembang GeNose C19, tim peneliti juga telah menyiapkan mekanisme pemantauan penggunaan alat, pemutakhiran perangkat kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Secara berkala dan berkelanjutan serta terus disampaikan melalui produsen maupun distributor,” papar Hakim.
GeNose C19 telah digunakan di 65 stasiun Kereta Api Indonesia (KAI) sejak Februari 2021. Salah satu stasiun pertama penyedia layanan GeNose C19 ialah Stasiun Yogyakarta. Indah Lestarita, salah satu calon penumpang KAI, mengatakan bahwa ia memilih lakukan tes GeNose C19 karena pengambilan sampel napas yang mudah.
“Untuk orang-orang yang takut disuntik, atau takut dan risih ada alat yang masuk ke hidung atau mulut, GeNose C19 merupakan jawaban dari doa kalian semua,” ujarnya.
Tes GeNose C19 juga juga diterapkan di lembaga pendidikan. Salah satunya di Yayasan Ali Maksum, Pondok Pesantren Krapyak, Sewon, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Maya Fitria, pengelola GeNose C19 di pondok tersebut, menuturkan, mereka membutuhkan alat skrining yang cepat tetapi murah. Setidaknya satu bulan sekali tim satgas Covid-19 di pondok tersebut melakukan skrining menggunakan GeNose C19 terhadap semua civitas akademika di pesantren.
“Alhamdulillah santri, wali santri, semua pengasuh dan guru-guru, menyambut baik alat GeNose C19,” ujar Maya.
Beberapa tempat ibadah juga menggunakan tes GeNose C19. Misalnya, Masjid Jogokariyan di Kota Yogyakarta.
Gitta Welly Ariadi, anggota Satgas Covid-19 masjid tersebut, mengatakan, takmir Masjid Jogokariyan membuka layanan tes GeNose C19 sejak satu pekan sebelum Ramadan. Tes GeNose C19 diberlakukan untuk pedagang Pasar Sore Kampung Ramadan Jogokariyan, jamaah masjid, tamu-tamu dari luar wilayah Jogokariyan, serta masyarakat umum.
Menurut Welly, banyak jamaah yang merasa terbantu dengan adanya tes GeNose C19 karena takmir Masjid Jogokariyan lebih cepat dalam melakukan skrining. “Sempat ada jamaah yang ketika kami tes GeNose positif, kemudian kami tes PCR juga positif, lalu kami sediakan tempat isolasi sehingga tidak menularkan kepada keluarga yang lain,” tutur Welly.
Dia berharap produksi kantong napas GeNose C19 ditingkatkan, sehingga takmir Masjid Jogokariyan dapat melaksanakan tes skrining lebih banyak. “Kami terus berharap masyarakat pengguna GeNose C19 dapat melakukan prosedur tes dengan baik agar hasil maksimal. Kami pun terbuka terhadap segala masukan dan saran yang disampaikan melalui beragam kanal komunikasi,” papar Hakim.
Saat ini GeNose C19 tengah menjalani proses validitas eksternal yang melibatkan tiga universitas. Uji validitas eksternal merupakan bagian dari post-marketing analysis, yakni ketika GeNose C19 sudah digunakan oleh masyarakat umum.
Uji validitas eksternal bertujuan untuk menambah data dan memperkuat kerja AI. “Selain itu, uji validitas eksternal merupakan bagian dari continues improvement serta kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku, setelah alat kesehatan mendapat izin edar untuk penggunaan,” kata Hakim.
Pakar di tiga universitas, yaitu Universitas Andalas, Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Airlangga (Unair) menjadi penguji independen alat GeNose C19. “Ethical clearance sudah keluar untuk UI dan UNAIR,” sebut Hakim.
Persetujuan etik bertujuan untuk memastikan penelitian GeNose C19 bekerja sesuai kaidah ilmiah. Seluruh penelitian yang menggunakan manusia sebagai subyek penelitian harus mendapatkan Ethical Clearance atau Keterangan Lolos Kaji Etik.
Uji validitas eksternal telah dimulai sejak bulan April di Universitas Andalas. Selanjutnya, Rumah Sakit UI memulai tahap uji tersebut pada bulan Juni. Kemudian, Unair dan RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) akan mulai uji validitas eksternal GeNose C19 pada akhir bulan Juni 2021.
Periode uji validitas ialah empat sampai enam bulan, tergantung perjanjian dengan masing-masing institusi tersebut. “Hasil uji validitas belum keluar, karena prosesnya masih berjalan,” tambah Hakim.
Hakim juga mengajak para pengguna dan operator GeNose C19 untuk bersama-sama menjaga performa alat ini. “Tim pengembang akan terus menyempurnakan SOP penggunaan GeNose C19 agar lebih mudah dipahami dan lebih antisipatif terhadap kesalahan operasional, yang tanpa disengaja dapat mempengaruhi performa alat,” tandasnya. (bas)