indoposonline.id – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menegaskan tak akan mencabut permohonan uji materi yang didaftarkannya kepada Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (1/6) kemarin.
Uji materi tersebut terkait dengan penonaktifan sebanyak 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tak lulus dalam asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai alih status sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Boyamin pun menegaskan permohonan uji materi akan tetap berproses sepanjang pegawai lembaga antirasuah masih merasa dirugikan. Sehingga hal itu dapat memicu polemik yang berkepanjangan.
“Jadi tidak ada polemik lagi, kalau niatnya baik ya sudah selesaikan urusan ini dengan cara dibatalkan penonaktifan dan semua diaktifkan lagi. Sehingga tak ada yang ditendang, kalau tidak begitu ya sebaliknya (dicabut),” ujar Boyamin saat dihubungi indoposonline, Selasa (2/6).
Sebagaimana putusan MK UU 19/2019 untuk perkara Nomor 70/PUU-XVII/2019, dijelaskan, bahwa proses peralihan pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan pegawai KPK.
“Untuk memohon putusan MK yang menyatakan peralihan itu tidak boleh merugikan. Jadi, (pegawai) tidak boleh dipecat kecuali melanggar hukum atau etik,” ujarnya.
Ketentuan itu, menurutnya juga berlaku untuk 51 pegawai yang akan diberhentikan karena dianggap tak bisa dibina setelah tak lolos asesmen TWK.
“Tidak ada syarat tidak lulus TWK itu harus dinyatakan batal demi hukum, sehingga tidak boleh ada lagi atau dipecat dengan alasan karena tidak lulus TWK,” ketusnya.
Karenanya, Boyamin pun mengajukan permohonan uji materi ke MK. Dengan maksud untuk menjadikan putusan MK itu menjadi lebih kuat dan mengikat. “Kalau dulu hanya berupa pertimbangan, maka nantinya akan menjadi putusan akhir dari produk MK,” jelas Boyamin. (ydh)