IPOL.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa tiga petinggi Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo). Salah satu saksi yang diperiksa yakni, mantan Direktur Utama Perum Perindo periode 2019-2020, Farida Mokodompit.
Sedangkan dua saksi lainnya yakni, DH selaku Staf Utama Bidang Enterprise Resources Planning (ERP) dan Digitalisasi Perum Perindo dan AG selaku Direktur Keuangan Perum Perindo periode 2018-2019 dan Direktur Operasional Perum Perindo Oktober 2019-2020.
Ketiganya diperiksa sebagai saksi terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan dan dana usaha Perum Perindo tahun 2016-2019.
“Diperiksa untuk kepentingan penyidikan dan menemukan fakta hukum,” jelas Kapuspenkum Leonard Eben Ezer Simanjuntak di kantornya, Rabu (25/8).
Dalam pemeriksaan, ketiga saksi dicecar soal pengelolaan keuangan dan dana usaha perusahaan pelat merah itu. “Ketiganya diperiksa tentang pengelolaan keuangan di Perum Perindo,” jelasnya.
Sebelumnya, Kejagung juga memeriksa dua petinggi Perum Perindo lainnya. Keduanya yakni, MT selaku Direktur Keuangan dan IA selaku Anggota Komite Risk Management.
“Keduanya (juga) diperiksa terkait pengelolaan keuangan Perum Perindo,” jelas Leonard.
Meski demikian, pemeriksaan sejumlah saksi tersebut belum memberikan petunjuk untuk menentukan calon tersangka korupsi senilai Rp 181 miliar itu.
Dalam kasus ini, pada 2017, Perum Perindo telah menerbitkan MTN (Medium Tern Notes) atau hutang jangka menengah sebagai salah satu cara mendapatkan dana dengan cara menjual prospek (penangkapan ikan).
Selanjutnya, Perum Perindo mendapatkan Dana MTN sebesar Rp200 miliar, yang cair pada Agustus 2017 Rp100 miliar,- dengan return 9 persen dibayar per triwulan, jangka waktu tiga tahun yang jatuh tempo pada bulan Agustus 2020.
Bulan Desember 2017 Rp 100 miliar return 9,5 persen dibayar per triwulan, jangka waktu tiga tahun yang jatuh tempo pada bulan Desember 2020. Bahwa dari MTN yang diterbitkan di tahun 2017 sebesar Rp 200 miliar, Perum Perindo menggunakan sebagian besar dananya untuk modal kerja perdagangan.
Itu bisa dilihat dengan meningkatnya pendapatan perusahaan yang di tahun 2016 sebesar kurang lebih Rp 223 miliar, meningkat menjadi kurang lebih Rp 603 miliar di tahun 2017 dan mencapai kurang lebih Rp1 triliun di tahun 2018.
Kontribusi terbesar berasal dari pendapatan perdagangan yang pencapaiannya dilakukan dengan melibatkan semua unit usaha untuk melakukan perdagangan.
Sayangnya, itu menimbulkan permasalahan di kemudian hari lantaran kontrol transaksi perdagangan menjadi lemah, dimana masih terjadi transaksi walau mitra terindikasi macet.
Akibat kontrol yang lemah dan pemilihan mitra kerja yang tidak hati-hati, menjadikan perdagangan pada saat itu, perputaran modal kerjanya melambat dan akhirnya sebagian besar menjadi piutang macet sebesar Rp 181.196.173.783.(ydh)