Hazaras memang hanya 9 persen –mirip jumlah Tionghoa di Indonesia– tapi mereka terkonsentrasi di satu wilayah tengah. Yakni di sebelah barat Kabul. Dengan demikian untuk wilayah itu, suara Hazaras dominan. Pemerintahan lokal pun pemerintahan Hazaras.
Konflik di antara Pastun dan Hazaras bukan hanya soal juragan dan pembantu. Masih ditambah soal aliran keagamaan. Pastun adalah penganut Sunni. Hazaras umumnya penganut Syiah.
Kenyataan seperti itulah yang membuat Afghanistan agak sulit mengikuti jejak Uni Emirat Arab (UEA) yang kaya raya.
Di UEA hanya ada dua ke-emiran besar: ke-emiran Abu Dhabi dan Dubai. Lima ke-emiran lainnya sangat kecil-kecil. Ke-emiran Ras al Khaimah misalnya, hanya berpenduduk 300.000 orang –hanya seperti satu kecamatan di Jawa. Bahkan ke-emiran Ajman luasnya hanya 15 km x 15 km.
Di UEA, pembagian kue kekuasaan dengan mudah dibagi. Presiden UEA harus selalu dari Abu Dhabi. Sedang perdana menteri harus dari Dubai. Lima emir lainnya dapat jatah di kementerian.
Masing-masing emir mengatur pemerintahan mereka sendiri. Pemerintah pusat tidak punya hak ikut campur. Bahkan ketika Dubai nyaris bangkrut 15 tahun lalu –akibat ambisi besarnya untuk menjadi Singapura-nya dunia Arab– pemerintah pusat tidak turun tangan. Emir Abu Dhabi-lah yang menyelamatkan keuangan Dubai. Lewat skema pinjam-meminjam seperti antar negara.