Kemudian Lisda menjelaskan bahwa dalam mekanisme pengaturan pengawasan pengungsi dalam fungsi pengawasan keimigrasian kedepan dalam pasal 66-74, terdapat tiga langkah, Pertama, Perluasan Pemaknaan Pengawasan Orang Asing tidak hanya bersifat HAM saja, tetapi juga mempertimbangkan aspek administrasi pemerintahan dalam rangka penegakan hukum keimigrasian dan kedaulatan negara; Kedua, memperjelas Fungsi Pengawasan Imigrasi Dalam Ruang Lingkup Perjanjian Internasional dengan cara memperjelas fungsi penegakan terhadap WNA Tanpa Dokumen serta dalam penegakannya dapat mempertimbangkan hukum nasional sesuai dengan kesepakatan internasional; dan yang terakhir, Sistem Pengawasan Keimigrasian Satu Pintu, yaitu dengan cara memperkuat sistem intelijen, memperkuat manajemen pengawasan perbatasan, serta memperkuat sistem koordinasi dan informasi dengan imigrasi-imigrasi pada negara se-Asia dan negara-negara di dunia.
Ia sampaikan tiga saran mengenai pengaturan pengawasan pengungsi yang dapat diimplementasikan dalam RUU Keimigrasian, yaitu, Indonesia perlu mengajak 3 pihak terkait pengungsi (negara asal, negara transit, dan negara tujuan) membicarakan metode pengawasan yang tepat. Pengaturan pengawasan imigrasi terhadap pengungsi itu melihat perspektif keamanan negara; bukan hanya HAM tapi juga kedaulatan negara; Penerimaan selektif terhadap orang asing dengan mempertimbangkan aspek keamanan, kestabilan politik, sosial, budaya, dan aspek-aspek lainnya; dan Penambahan frasa pencari suaka dan pengungsi sebagai salah satu kategori dalam definisi Orang Asing. (msb/s)