IPOL.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi gugatan praperadilan yang diajukan oleh LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Gugatan itu terkait penghentian supervisi dan penyidikan terhadap seorang ‘King Maker’ terkait perkara Djoko Soegiarto Tjandra oleh KPK.
Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri memastikan, KPK menghormati hak setiap pihak yang mengajukan praperadilan atas suatu penanganan perkara korupsi. KPK memandang gugatan itu sebagai bentuk perhatian pada upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Dalam proses pengajuan praperadilan, pengadilan akan menguji dan memutuskan apakah pokok yang dipersoalkan memenuhi syarat atau tidak berdasarkan ketentuan pengajuan praperadilan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (24/8).
Ali kembali menyampaikan, bahwa pelaksanaan supervisi perkara oleh KPK, sesuai ketentuan hanya dilakukan sampai dengan tahap penyidikan. Sehingga kegiatan supervisi dinyatakan selesai ketika perkara telah dilimpahkan ke pengadilan.
“Perkara yang telah masuk dalam proses persidangan menjadi kewenangan Majelis Hakim. Siapapun, termasuk KPK, tidak boleh melakukan intervensi dengan alasan apapun,” imbuhnya.
Selanjutnya, jika perkara telah diputus dan berkekuatan hukum tetap, namun masyarakat menemukan atau mengetahui adanya dugaan korupsi sebagai tindaklanjut penanganan perkara tersebut, Ali pun mempersilahkan untuk melaporkannya kepada KPK. “Tentunya dengan disertai data awal yang konkret. KPK pastikan akan tindaklanjuti,” kata Ali.
Sebelumnya, Koordinator MAKI Boyamin Saiman telah mendaftarkan gugatan praperadilan untuk melawan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (23/8). MAKI akan menggugat lembaga antirasuah atas dihentikannya supervisi dan penyidikan terhadap seorang ‘King Maker’ dalam perkara Djoko Tjandra.
Menurut Boyamin, tindakan KPK yang menghentikan supervisi terhadap perkara Djoko Tjandra adalah bentuk penelantaran perkara yang mengakibatkan penanganannya menjadi terkendala untuk membongkar dan mencari seorang King Maker.
“Itu adalah sebagai bentuk penghentian penyidikan perkara korupsi secara materiel, diam-diam, menggantung dan menimbulkan ketidak pastian hukum,” tegas Boyamin.(ydh)