indoposonline.id – Wakil Ketua DPRD DKI periode 2019-2024, Muhammad Taufik, Selasa (10/8) kemarin, hadir memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mantan Ketua DPD Gerindra DKI itu diperiksa oleh lembaga antirasuah terkait kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur, tahun 2019.
“Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka YRC (Yoory Corneles Pinontoan) dan kawan-kawan,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (11/8).
Dalam pemeriksaan tersebut, kata Ali, Taufik didalami pengetahuannya oleh penyidik terkait dengan pengusulan dan pembahasan anggaran untuk BUMD di Pemprov DKI Jakarta. Khususnya pengadaan tanah di Munjul Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur.
“Termasuk saksi juga dikonfirmasi mengenai pengetahuannya terkait proses jual beli tanah tersebut dan perkenalan saksi dengan tersangka RHI (Rudy Hartono Iskandar),” katanya.
Pada waktu yang sama, KPK juga memeriksa Pelaksana Harian Badan Pembinaan BUMD DKI periode 2019, Riyadi. Berbeda dengan Taufik, Riyadi diperiksa oleh penyidik terkait proses regulasi program rumah DP 0 rupiah. “Saksi Riyadi diperiksa sebagai saksi untuk mendalami pengetahuannya terkait bagaimana proses regulasi terkait program DP 0 rupiah,” tambahnya.
Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan lima orang tersangka yakni, Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar; mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan (YRC); Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene (AR), Korporasi PT Adonara Propertindo (AP); dan Direktur PT Adonara Propertindo, Tommy Adrian (TA)
Kasus ini terkait pelaksanaan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) yang diduga dilakukan secara melawan hukum. Sebab pengadaan tanah tersebut dilakukan tanpa kajian kelayakan terhadap objek tanah dan kajian apresial dan tanpa didukung persyaratan sesuai dengan peraturan-peraturan yang terkait.
Selain itu, sejumlah proses pengadaan tanah juga diduga tidak menyertakan dokumen sebagaimana mestinya, melainkan disusun secara fiktif. Bahkan juga ditemukan adanya kesepakatan harga awal antara pihak AR dengan PPSJ sebelum proses negosiasi dilakukan. Perbuatan para tersangka ini diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 152,5 miliar.
Atas perbuatannya, YRC dan tersangka lainnya disangkakan melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU no 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke KUHP.(ydh)