IPOL.ID – Belum usai Pandemi Covid-19 di Tanah Air, membuat anjloknya perekonomian sehingga berimbas pada dunia usaha.
Ujungnya, karyawan kontrak maupun para buruh terkena PHK massal. Tak sedikit para pelaku usaha gulung tikar. Sehingga dibutuhkan solusi guna memperbaiki ekonomi di Indonesia.
Berangkat dari semangat ingin keluar dari tekanan ekonomi khususnya di masa Pandemi Covid-19 ini, Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1992 akan menggelar Kongres ke-5 pengambilan keputusan tertinggi SBSI 1992 di kawasan Pecenongan, Jakarta Pusat, tanggal 23 – 24 Oktober 2021.
Pada kesempatan itu, Ketua DPP Bidang Diklat SBSI 1992, Abednego Panjaitan mengatakan, dalam waktu dekat serikat ini akan melaksanakan Kongres ke-5 SBSI 1992. Sejarah tentang SBSI 1992 ini didirikan oleh tokoh-tokoh nasional, salah satunya KH. Abdurrahman Wahid disapa Gus Dur.
“Saat ini tantangan besar yang dihadapi serikat buruh adalah soal kesejahteraan. Sesuai dengan tema yang diangkat, yakni ‘Kesejahteraan Buruh Adalah Kekuatan Bangsa Dan Negara Buruh Menyongsong Masa Depan Indonesia Tangguh dan Indonesia Tumbuh’,” kata Abednego pada wartawan di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (25/8/2021).
SBSI 1992 sendiri, sambung Abed, merupakan salah satu organisasi Serikat Buruh dalam perjuangan melakukan kritik terhadap pemerintah. SBSI 1992 terus menyuarakan kebebasan berserikat dan berkumpul sebagai pondasi perjuangan hak dan kepentingan kaum buruh Indonesia.
Menurut Abed, saat ini ada 3 tantangan besar yang dihadapi buruh Indonesia. Utamanya soal pemberangusan Serikat Buruh.
“Kami mengalami beberapa masalah besar setelah bergulirnya UU Cipta Kerja. Serikat di mana-mana banyak diberangus atau di kriminalisasi,” tandasnya.
Tantangan kedua, juga tak kalah penting. Menurutnya, negara belum mampu memberikan perlindungan hukum kepada setiap buruh di seluruh Indonesia.
“Artinya siapapun yang membayar upah di bawah UMP itu pelanggaran. Diperlukan suatu kepastian hukum. Keputusan pengadilan hingga kini tidak ada perlindungan kepada serikat atau buruh karena kurangnya perhatian dari pemerintah,” tegasnya.
Abed berharap, pemerintah dapat memberikan kepastian hukum jangan asal membuat produk Undang-Undang tapi tidak ada pengawasan yang ketat.
“Bagaimana seorang buruh yang lemah dan miskin melakukan perlawanan, disuruh berperkara. Disuruh berlawanan dengan pengusaha, berduit. Ini menjadi tantangan besar di era sekarang dan kedepan,” bebernya.
Tak hanya itu, yang ketiga, sejak awal lemah di pengawasan ketenagakerjaan. Abed menilai hingga kini masih lemah pengawasan ketenagakerjaan terhadap para pengusaha. Menurutnya, fungsi pengawas ketenagakerjaan sangat bagus jika dijalankan.
“Tapi pengawas ini justru menjadi mitranya pengusaha. Ketiga hal ini menjadi catatan besar dan menghambat demokrasi dalam pergerakan buruh untuk memperjuangkan hak-haknya,” paparnya.
Ketua Panitia Acara, yang juga Ketua SC SBSI 1992, Iradat Ismail mengatakan, saat ini SBSI 1992 akan menggelar even besar sebagai momentum Kongres ke-5. Program kerja 5 tahunan kedepan.
“Tujuannya untuk menelurkan calon pemimpin SBSI 1992. Juga untuk merapatkan tingkat pimpinan cabang SBSI 1992 se-Indonesia,” ujar Iradat didampingi Ketua Panitia Penyelenggara juga Ketua Panitia OC SBSI 1992, Marzudin Nazwar.
Marzudin menambahkan, kongres yang akan berlangsung pada beberapa pekan mendatang untuk menyiapkan konsolidasi program kerja 5 tahun kedepan dan sebagai proses kaderisasi kepemimpinan nasional.
Namun demikian, mengenai siapa saja yang akan mencalonkan sebagai ketua umum SBSI 1992 selanjutnya, hingga kini belum muncul namanya. Tapi nantinya akan muncul dengan sendirinya.
“Tujuannya bagaimana melahirkan pemimpin SBSI 1992 selanjutnya. Kongres ini untuk merapatkan konsolidasi kelembagaan di tingkat pimpinan komisariat, pimpinan cabang dan pimpinan provinsi seluruh Indonesia. Dan saat ini, SBSI 1992 sudah ada diseluruh provinsi dengan total 35 ribu anggota dan basis terbesarnya ada di Sumatera Utara,” tutup dia. (ibl/msb)