IPOL.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) sampai kini belum menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan usaha umum Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) tahun 2016-2019.
Kendati demikian, korps adhyaksa masih terus menghimpun keterangan saksi guna menemukan calon tersangka atas korupsi yang menggerus keuangan negara sekitar Rp181 miliar.
Tak hanya pihak Perum Perindo, Kejagung juga berupaya menghimpun keterangan saksi lainnya dari pihak swasta atau korporasi.
Jumat (8/10) kemarin, Kejagung memeriksa Dirut PT Global Prima Santosa berinsial RU. “Keterangan RU diperlukan untuk kepentingan penyidikan dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana usaha Perum Perindo tahun 2016-2019,” kata Kapuspenkum, Leonard Eben Ezer Simanjuntak di Jakarta, Jumat (8/10) malam.
Leo berharap, keterangan RU bisa menjadi titik terang guna menemukan fakta hukum tentang terjadinya tindak pidana korupsi pada perusahaan BUMN tersebut.
Sesuai mekanisme penyidikan, setelah ditemukan fakta hukum, maka penyidik bisa segera menetapkan tersangka.
Kasus ini bermula pada 2017 lalu. Perum Perindo telah menerbitkan MTN (Medium Tern Notes) atau hutang jangka menengah sebagai salah satu cara mendapatkan dana dengan cara menjual prospek yakni, penangkapan ikan.
Selanjutnya, Perum Perindo mendapatkan Dana MTN sebesar Rp200 miliar yang cair pada Agustus 2017 Rp100 miliar. Sementara return 9 persen dibayar per triwulan, jangka waktu tiga tahun yang jatuh tempo pada bulan Agustus 2020.
Bulan Desember 2017 Rp100 miliar return 9,5 persen dibayar per triwulan, jangka waktu tiga tahun yang jatuh tempo pada bulan Desember 2020. Bahwa dari MTN yang diterbitkan di tahun 2017 sebesar Rp200 miliar, Perum Perindo menggunakannya sebagian besar dananya untuk modal kerja perdagangan.
Dan hal ini bisa dilihat dengan meningkatnya pendapatan perusahaan yang di tahun 2016 sebesar kurang lebih Rp223 miliar, meningkat menjadi kurang lebih Rp603 miliar di tahun 2017 dan mencapai kurang lebih Rp1 triliun di tahun 2018.
Kontribusi terbesar berasal dari pendapatan perdagangan yang pencapaiannya dilakukan dengan melibatkan semua unit usaha untuk melakukan perdagangan. Namun hal itu menimbulkan permasalahan kontrol transaksi perdagangan menjadi lemah, di mana masih terjadi transaksi walau mitra terindikasi macet.
Akibat kontrol yang lemah dan pemilihan mitra kerja yang tidak hati-hati menjadikan perdagangan pada saat itu, perputaran modal kerjanya melambat dan akhirnya sebagian besar menjadi piutang macet sebesar Rp181.196.173.783.(ydh)