“Sedangkan sanksi setelah banding di Pengadilan Pajak (dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung) diturunkan dari 100% menjadi 60% dari jumlah pajak yang masih harus dibayar,” bebernya.
Dalam UU HPP ini, pemerintah juga tidak mempidanakan pengemplang pajak yang tidak taat meski kasusnya sudah sampai di pengadilan. Pengemplang pajak cukup hanya mengganti kerugian negara ditambah sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Menurut Yasona, perubahan UU KUP mengatur tentang penegakan hukum pidana pajak yang mengedepankan ultimum remedium melalui pemberian kesempatan kepada wajib pajak untuk mengganti kerugian pada pendapatan negara ditambah sanksi.
“Walaupun kasus pidana perpajakan sudah dalam proses penuntutan di sidang pengadilan, dan tidak akan dilakukan penuntutan pidana penjara,” ujarnya lagi.
Menurut dia, kebijakan itu demi menjaga situasi tetap kondusif di masyarakat dan dunia usaha. “Pemerintah dapat memahami usulan fraksi di DPR agar kewenangan penyidik pajak untuk menangkap dan menahan tersangka yang diusulkan oleh pemerintah, tidak perlu dimasukkan dalam RUU ini, untuk menjaga situasi tetap kondusif di masyarakat dan di dunia usaha,” papar Yasona.