IPOL.ID – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bencana yang terjadi pada 2021 menurun dari tahun sebelumnya sebanyak 34% atau terdapat 3.058 kejadian. Angka tersebut terendah dalam tiga tahun terakhir.
Kepala BNPB, Letnan Jenderal TNI Suharyanto mengatakan, beberapa pembelajaran dapat diambil dari kejadian bencana selama tahun 2021. Hal tersebut disampaikannya saat menghadiri acara Taklimat Bidang PMK yang digagas oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).
Sedangkan capaian rencana kerja BNPB Tahun 2021, Suharyanto optimis seluruhnya akan sesuai dengan target yang telah ditentukan. “Angka capaian rasio investasi terhadap APBN pada triwulan ketiga 2021 sudah sesuai dengan target yang ditentukan yaitu sebesar 0,47,” katanya, Kamis (30/12).
Sejak 2015 hingga 2020, Indeks Risiko Bencana (IRBI) Nasional konsisten mengalami penurun. Capaian IRBI tahun 2019 hingga 2020 rata-ratanya sebesar 1,64%. Hal ini menunjukan adanya peningkatan yang baik dalam perencanaan dan implementasi penanganan bencana.
“Untuk kegiatan prioritas nasional, BNPB melalui unit-unit kerja di bawahnya telah melaksanakan total 22 kegiatan Prioritas Nasional di tahun 2021,” tukasnya.
Dia menerangkan, bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, dan cuaca ekstrim masih mendominasi dengan total kejadian sebanyak 2.702 peristiwa.
Dilihat dari distribusi spasial lokasi kejadian, Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah merupakan 3 provinsi teratas yang paling sering terjadi bencana.
“Pemerintah daerah di tiga daerah tersebut perlu memberikan perhatian yang lebih besar dalam upaya pengurangan risiko bencana,” kata Suharyanto.
Dalam satu tahun kebelakang, Suharyanto menyampaikan, ada beberapa pelajaran yang dapat diambil pascabencana yang terjadi di Tanah Air. Di awal tahun misalnya, gempa di Mamuju, Malang, Blitar, Jember, dan Flores memberikan pembelajaran untuk mitigasi risiko gempa lebih dini.
Suharyanto menambahkan, mitigasi risiko gempa hanya dapat dilakukan dengan penguatan bangunan, baik itu rumah warga, maupun fasilitas publik. Penguatan bangunan ini, khususnya rumah masyarakat harus mengedepankan cara praktis dengan biaya terjangkau.
Selanjutnya untuk bencana longsor di Sumedang dan siklon tropis di NTT, Kepala BNPB sekaligus menjabat sebagai Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 itu mengimbau kepada stakeholder dan masyarakat untuk tidak membangun pemukiman di lahan kritis.
Pembangunan kawasan harus mengacu kepada tata ruang yang berbasis mitigasi bencana. “Tata ruang kawasan yang berbasiskan mitigasi bencana ini yang harus kita sepakati dan laksanakan bersama kedepannya,” tambah Suharyanto.
Terakhir dari kejadian awan panas guguran di Semeru pada awal Desember 2021, perlu adanya penguatan sistem peringatan dini kegunungapian. Utamanya yang mendukung perintah evakuasi pada saat kontinjensi dan kedaruratan.
Suharyanto juga mengingatkan bahwa bencana adalah peristiwa yang berulang. Dia berharap, dengan adanya pembelajaran dari kejadian bencana di tahun 2021 dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan dari bencana ke depannya. (ibl)