IPOL.ID – Peran serta Lembaga Rehabilitasi Komponen Masyarakat (LRKM) di bidang narkotika dalam mensukseskan program Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) yang dicanangkan oleh pemerintah, dirasakan sangat diperlukan.
“Seperti halnya yang dilakukan oleh Yayasan Cakra Sehati dalam memberikan informasi dan edukasi yang tepat kepada masyarakat luas. Baik terkait rehabilitasi terhadap para pecandu, penyalahguna maupun korban penyalahguna narkotika,” kata Ketua Dewan Pembina Yayasan Cakra Sehati, Komjen Pol (Purn) Togar M. Sianipar pada wartawan di kawasan Warung Buncit, Jakarta, Sabtu (18/12).
Selain itu, dimana saja masyarakat dapat menjangkau layanan pemulihan terhadap pecandu narkoba ini?
Togar M. Sianipar yang juga Ketua Dewan Pembina Gerakan Nasional Anti Narkotika (GRANAT) menjelaskan, dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika bahwa setiap pemakai itu tidak bisa langsung dianggap sebagai seorang tersangka. Lebih ditekankan pada seseorang yang sakit, termasuk sakit jiwa.
Oleh karena itu, lanjutnya, pada pemakai/pecandu lebih ditekankan pada pengobatannya bukan pada hukumannya. “Ada dua kontroversi disini, harus dihukum, namun pada pembuat aturan, ada aturan yang mengharuskan menolong pemakai. Tapi ada juga pemakai sekaligus pengedar,” ungkapnya.
Oleh karena itu, ada Tim Assesmen Terpadu (TAT) yang di dalamnya ada unsur-unsur seperti Kejaksaan, Polisi, ahli hukum, ahli kedokteran, dan psikolog. “Merekalah yang menentukan apakah orang (pemakai/pecandu) itu harus dirawat, direhabilitasi di panti/lembaga rehabilitasi baik milik pemerintah/swasta, sekaligus dihukum dan direhabilitasi”.
Sehingga tidak serta merta harus dihukum, tapi juga harus dirawat, ada TAT yang mengurus itu. Saat ini, banyak lembaga-lembaga rehabilitasi narkotika berbasis masyarakat.
Namun sambil menunggu proses assesmen, baiknya pemakai itu di rehabilitasi dulu, baru proses assesmen oleh TAT. Kemudian ditentukan apakah orang itu direhabilitasi atau tetap diproses hukum sambil menjalani rehabilitasi. “Tim TAT pun tidak bisa mengintervensi,” ujarnya.
Perlu ditambahkan, proses rehabilitasi tidak sehari, dua hari, karena ada dua penyakit, baik secara fisik maupun mental. Untuk fisik, diberikan obat, kemudian rehabilitasi mental ini yang lama. Setelah direhabilitasi oleh lembaga rehabilitasi milik pemerintah/swasta maka pecandu ini harus dinetralkan dulu ke rumah singgah.
“Jika siap fisik dan mental baru boleh pulang,” katanya.
Untuk rehabilitasi para pecandu tersebut, juga tergantung reaksi obat yang diberikan dan bisa juga sembuh sendiri. Tapi ada juga orang direhabilitasi penyakitnya kambuh lagi dan pecandu itu balik lagi direhabilitasi.
“Jadi jangan lagi kembali ke lingkungan yang ada narkobanya, kalau tidak akan kambuh lagi, jadi berapa lamanya itu tergantung orang yang dirawat, jadi ada kesadaran orang itu ingin sembuh dari narkoba,” ungkapnya.
Sehingga jika sudah sadar, menemukan jati diri dan ada kesungguhan ingin sembuh maka orang itu dapat kembali beraktivitas, bekerja kembali, kuliah lagi dan lainnya.
Peran Lembaga Rehabilitasi Komponen Masyarakat, baik milik pemerintah maupun swasta disini dibutuhkan. Selain itu, sangat dibutuhkan peran serta semua elemen masyarakat karena pemerintah tidak mampu mengatasi, baik dalam hal pencegahan dan rehabilitasi.
Di bidang penegakan hukum, juga dibutuhkan peran serta masyarakat, dengan memberikan informasi kepada aparat penegak hukum bahwa terjadi, ada lokasi pembuatan ekstasi atau penimbunan ganja.
Dikatakannya, dalam hal rehabilitasi memang lembaga-lembaga rehabilitasi milik pemerintah masih terbatas. Saat ini, sebutnya, hanya ada sekitar 16 lembaga rehabilitasi ditiap provinsi, salah satunya di Lido, Sukabumi, Jabar.
Seperti diketahui penyalahgunaan narkoba ini sudah tersebar sampai ke desa-desa. Menurutnya, tidak ada lagi kampus bersih narkoba, SLTA bersih dari narkoba, jika tidak betul-betul ditangani dengan baik maka akan mengerikan pada akhirnya negeri ini.
“Semua elemen masyarakat harus berperan dan orangtua juga berperan besar terhadap anak-anaknya agar tidak terjerumus dalam narkoba dan menanamkan sejak kecil agar anak menjauhi bahaya narkoba, untuk masa depan generasi penerus bangsa,” ujarnya.
Oleh karena itu, jika ingin membangun LRKM harusnya sampai ke desa-desa. Jangan hanya di kabupaten, kota saja. Maka dibutuhkan juga peran serta masyarakat bahkan seperti halnya GRANAT. Gunanya untuk menggalang kesadaran masyarakat bahwa narkoba itu sangat berbahaya.
Tapi, LRKM itu sendiri semuanya harus terdaftar di Kemenkumham, Kemensos, dan BNN. Mereka harus mengantongi Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). IPWL yang dimiliki ini nantinya wajib hukumnya oleh LRKM melaporkannya ke BNN.
“Laporan per enam bulan, seperti berapa banyak orang-orang yang dirawat. Ada standarisasinya dan terawasi oleh BNN. Agar LRKM swasta itu tidak liar nantinya,” tandasnya.
Dia berharap, aparat BNN dapat lebih intensif lagi dalam mengawasi LRKM swasta yang tidak terdaftar ini. Karena jika tidak diawasi maka bisa terjadi kompetisi yang tidak sehat, membuat isu-isu saling menjatuhkan antar lembaga.
“Tentu BNN sangat mengharapkan anak-anak bangsa ini bersih dari narkotika/narkoba,” katanya.
Sehingga diharapkannya, terkait hal itu, kedepannya LRKM swasta yang terdaftar dapat memberikan informasi yang jelas mengenai peran serta lembaga komponen masyarakat resmi dalam membantu upaya rehabilitasi generasi Geramuda Indonesia untuk pulih dari jeratan narkoba. (ibl/msb)