Terkait kasus posisi, berdasarkan Rencana Jangka Panjang Perusahaan 2009-2014, Garuda Indonesia merencanakan pengadaan penambahan armada sebanyak 64 pesawat baik dengan menggunakan skema pembelian (financial lease) maupun sewa (operation lease buy back) melalui pihak lessor atau perusahaan yang menyediakan jasa menyewakan barang dalam bentuk guna usaha.
Dalam hal ini penambahan armada tersebut menggunakan lessor agreement, yakni pihak ketiga menyediakan dana dan Garuda membayar kepada lessor. Pembayaran dilakukan secara bertahap dengan memperhitungkan waktu pengiriman terhadap inflansi.
Adapun realisasi dari RJPP tersebut berupa pengadaan 50 pesawat ATR 72-600 yang terdiri dari pembelian 5 unit pesawat dan penyewaan 45 unit pesawat. Sementara untuk pengadaan 18 unit CRJ 1000, 12 di antaranya bersifat sewa.
Direktur utama PT Garuda membentuk tim pengadaan sewa pesawat dalam prosedur rencana bisnis terkait pengadaan pesawat tersebut. Tim yang terdiri dari Direktorat Teknis, Direktorat Niaga, Direktorat Operasional, dan Direktorat Layanan/Niaga itu melakukan kajian dan dituangkan dalam bentuk paper hasil kajian.