IPOL.ID – Trotoar merupakan fasilitas perlengkapan jalan yang diperuntukan untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi para pejalan kaki. Umumnya trotoar sejajar dengan jalan dan lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan guna menjamin keamanan pejalan kaki.
Budiyanto, pengamat dan pemerhati masalah transportasi dan hukum, mengatakan, berdasarkan UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, trotoar sebagai perlengkapan jalan berada pada wilayah tanggung jawab penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan di bidang Jalan (Pasal 7 ayat 2 huruf a).
“Pembangunan jalan dan perlengkapannya termasuk trotoar dipastikan sudah melalui suatu kajian dan desaign yang mampu memberikan rasa aman dan nyaman, sehingga pembangunan trotoar tidak boleh dilaksanakan oleh seseorang atau badan hukum yang tidak memiliki dan kewenangan dan tanggung jawab di bidangnya, apalagi hanya mengikuti selera semata dengan tujuan – tujuan tertentu,” kata Budiyanto kepada ipol.id, Minggu (30/1).
Menurut dia, kejadian pembongkaran trotoar di Pasar Minggu dan perubahan trotoar di Jalan Wolter Monginsidi, Jakarta Selatan yang dilaksanakan secara sepihak, tidak kordinasi dan meminta izin kepada instansi yang berwenang tidak dibenarkan dalam UU. Istilah lainnya merupakan perbuatan melawan hukum.
“Untuk mencegah hal tersebut tidak terulang kembali, menurut hemat saya perlu dilakukan proses penegakan hukum secara tuntas dan benar,” tandasnya.
“Aturan Pidana yang mengatur tentang pengerusakan fasiltas umum dan mengakibatkan terganggunya fungsi jalan saya kira sudah diatur baik dalam kitab Undang – Undang Hukum Pidana maupun dalam UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,” tambah Budiyanto.
UU LLAJ yang mengatur tentang trotoar, antara lain Pasal 25 ayat (1) huruf g menyebutkan, setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan berupa fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan penyandang cacat.
Pada Pasal 28 ayat (2), setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan.
Pasal 45 ayat (1) huruf a, Fasilitas pendukung penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan meliputi trotoar. Ketentuan Pidana dalam UU LLAJ, diatur dalam Pasal 274 ayat (2). yAKNI dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000 (dua puluh empat juta rupiah).
Informasi yang dihimpun, trotoar yang dibongkar berada di sekitar Jalan RS Fatmawati Raya, Cipete Selatan, Cilandak, Jakarta Selatan. Pembongkaran trotoar tersebut diduga dimaksudkan untuk membuka akses keluar masuk ke lokasi ruko.
Lurah Cipete Selatan, Fuad Hasan sebelumnya membenarkan adanya upaya pembongkaran trotoar tersebut. “Itu kejadian hari Jumat malam Sabtu. Satpol PP dan FKDM (Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat) yang memergoki,” ungkap Fuad kepada wartawan.
“Informasi yang didapat, trotoarnya mau dibongkar sedikit untuk keluar masuk roda empat atau mobil,” tambahnya.
Pemilik ruko yang menyuruh para pekerja untuk membongkar trotoar itu juga telah diperingati. “Sudah kita tegur ke pemiliknya, untuk kasusnya ini sudah ditangani oleh Satgas Bina Marga,” tandasnya.
Pemkot Jakarta Selatan tak memungkiri bahwa pengawasan yang dilakukan Suku Dinas Bina Marga lemah, sehingga terjadi pembongkaran trotoar secara ilegal itu.
Trotoar yang dibongkar berada di sekitar Jalan RS Fatmawati Raya, Cipete Selatan, Cilandak. “Ini (pembongkaran trotoar tak berizin) temuan dari orang lain, bukan dari instansi terkaitnya. Berarti pengawasan mereka lemah,” kata Plt Sekretaris Kota Jakarta Selatan, Mukhlisin kepada wartawan.
Padahal, Sudin Bina Marga memiliki kepala satuan pelaksana tugas yang berada di Kecamatan untuk mengawasi adanya tindakan pelanggaran. “Iya mereka juga punya Kasatpel di Kecamatan. Ini kita benahi, namanya ada juga yang harus dievaluasi,” ujar Mukhlisin. (ibl)