“Mulai dari mana nanti tawafnya, kemudian di mana Al Mustajabah tempat-tempat Mustajab, di mana Makam Ibrahim, kemudian di mana Hajar Aswad, kemudian di mana Rukun Yamani, dan di mana Mas’ah. Maka dengan teknologi itu bisa lebih mudah dikenali sehingga tergambar oleh calon jemaah,” kata dia.
Dengan demikian, kata Asrorun, melihat atau mengelilingi Ka’bah dengan menggunakan teknologi secara metaverse merupakan hal yang baik, tetapi tidak dapat dikatakan sedang berhaji karena tak memenuhi syarat-syarat haji.
Ia mengatakan pelaksanaan Ibadah haji harus hadir secara fisik di tempat-tempat yang ditentukan, seperti di Padang Arafah, Muzdalifah, Mina, Ka’bah, Shafa, dan Marwa. Selain itu, waktu pelaksanaannya telah ditentukan yakni digelar pada bulan Zulhijah.
Pemerintah Arab Saudi berencana akan menghadirkan proyek metaverse bernama Virtual Black Stone Initiative. Melalui proyek itu umat Islam di seluruh dunia dapat merasakan pengalaman melihat Ka’bah dan Hajar Aswad melalui VR.
Namun isu mengenai haji metaverse mendapat bantahan dari sejumlah media yang biasa mengabarkan Arab Saudi dan Dua Masjid Suci.