IPOL.ID – Para pengusaha atau pemilik pabrik pembuatan tahu menjerit. Sebab harga bahan baku pembuatan tahu yaitu kedelai naik terus menerus. Terlebih di masa pandemi yang dampaknya sangat dirasakan oleh berbagai pihak.
Mereka juga mengeluhkan langkanya minyak goreng kemasan maupun curah. “Pandemi di tahun pertama gak terlalu parah, tahun kedua baru parah. Jadi para pedagang tahu kehantem dua kali, harga kedelai yang naik terus menerus sama minyak goreng yang langka,” keluh Narman, 51, pemilik pabrik tahu di Jalan Mampang Prapatan 7, Mampang, Jakarta Selatan, kepada ipol.id, Selasa (15/2).
Menurut Narman, saat ini bahan baku kedelai masih impor. Karena tidak ada kedelai lokal yang masuk Jakarta. Bayangkan 90% lebih kedelai di Indonesia masih impor, sisanya kedelai lokal.
“Kita (Indonesia) punya lahan yang luas. Namun tidak bisa memanen kedelai lokal dalam jumlah banyak,” ujarnya.
“Ujung-ujungnya kenaikan harga kedelai. Bahan baku untuk membuat tahu tempe, sekarang naik Rp11.000/kilogram sejak Desember 2021,” tambahnya.
Menurut dia, kenaikan harga kedelai dari importir yang menaikkan harga secara pelan-pelan, tapi terus saja naik. “Harga enggak pernah turun. Dari harga kedelai Rp9.000,” keluhnya.
Masalah yang dihadapi pemilik pabrik tahu tidak hanya harga kedelai yang mencekik. Masalah kelangkaan minyak goreng pun ikut memberatkan. Selain memproduksi tahu putih, dia juga memproduksi tahu cokelat yang digoreng di pabriknya.
“Jujur kemarin saya cari minyak goreng sampai ke Ciputat, cari minyak yang ukuran 2 kilogram saja susah,” keluhnya lagi.
Minyak goreng ukuran 16 kilogram (kg) harganya Rp160.000 di tahun 2020. Kemudian harga minyak goreng meroket sebulan lalu menjadi Rp292.000.
“Pemerintah buat aturan, tapi di lapangan gak ada barang (minyak goreng), udah barang mahal, barangnya pun gak ada, kita jadi bingung,” kritiknya.
Narman menambahkan, para pedagang tahu sebenarnya sudah sejak lama berteriak. Yang memproduksi tahu 50 kilogram ke bawah saja sudah tumbang duluan alias gulung tikar. Seperti pabrik tahu yang tutup merek CS di Bekasi.
“Saya paling produksi tiga kuintal tahu, beruntung bahan bakar pembuatan tahu dari kayu bakar. Bukan dari gas melon 3 kilogram, coba kalau pakai gas atau batu bara, tambah parah,” ujarnya.
Pria yang sudah 12 tahunan terjun di pabrik tahu itu mencoba mengatasi masalah itu. Salah satu solusinya dengan mengurangi karyawan. “Saya saja dari punya 9 karyawan, kini hanya 7 karyawan tersisa. Semua pabrik juga rasanya sama merugi,” ungkapnya.
Menurutnya, dampak dari naiknya harga kedelai berimbas langsung ke karyawan. “Bakal jadi pengangguran. Mau bagaimana lagi, parahnya parah ya sekarang ini, gak cari untung kita,” akunya.
Saat ini, pabrik tahu yang dijalankannya sudah memiliki 12 pelanggan tetap. Namun pelanggan yang membeli secara ketengan dan juga tetangga banyak juga yang membeli tahu darinya.
Dengan kondisi seperti ini, dia berharap, harga bahan baku kedelai turun seperti semula. Pabrik tahu tidak senang menaikkan harga, kalau tidak kepepet. “Kita sih berharap harga kedelai turun sampe Rp9.000 per kilogram agar kami bisa bernafas,” pintanya.
Dia menambahkan, saat ini Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (KOPTTI) sudah memberikan edaran bahwa tanggal 21, 22 dan 23 Februari 2022 pasar kosong tahu tempe. “Pabrik tahu tempe tidak produksi alias mogok dan tanggal 20 terakhir produksi,” tuturnya.
“Harusnya ini ada solusi dari kementerian terkait. Soalnya imbasnya banyak, bisa ke warteg, penjual gorengan dan juga ibu-ibu rumah tangga,” tutup dia. (ibl)