IPOL.ID – Beredar kabar isu pemekaran wilayah Tangerang Raya akan menjadi provinsi sendiri. Sehingga wilayah tersebut akan terlepas dari Provinsi Banten, Kamis (10/3). Terkait isu tersebut, Pengamat Kebijakan Publik IDP-LP, Riko Noviantoro pun menanggapi hal itu ketika dimintai komentar oleh ipol.id.
Isu akan pisahnya Tangerang Raya yang terdiri dari Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Tangerang Selatan dari Provinsi Banten telah lama tenggelam. Kabar daerah pemekaran tersebut sempat hangat menjadi topik pembicaraan di tahun 2015.
Apa pendapat anda tentang isu pemekaran wilayah Provinsi Tangerang Raya?
Pengamat Kebijakan Publik IDP-LP, Riko Noviantoro menuturkan, pemekaran wilayah harus dimaknai sebagai praktek desentralisasi politik dan administrasi yang legal dan konstitusional sesuai Pasal 18A. “Tentu bertujuan untuk capai kesejahteraan masyarakat melalui praktek otonomi daerah,” kata Riko pada ipol.id, Kamis (10/3) sore.
Gagasan pemekaran wilayah, sambung Riko, sepatutnya tumbuh dari aspirasi masyarakat. Yang kemudian dinarasikan oleh legislatif, praktisi, birokrasi dan sebagainya. Untuk memperkuat gagasan tersebut. Ditambah pula adanya kajian ilmiah terkait pemekaran yang diharapkan.
“Secara regulasi prosedur pemekaran wilayah sudah cukup baik. Memiliki landasan filosofis, sosiolofis dan yuridis yang mumpuni. Sekali lagi tujuannya untuk kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Hanya saja, sambung Riko, tidak diingkari prosedur pemekaran yang baik, kerap ditunggangi kepentingan tertentu. Akibatnya semangat pemekaran lebih bernuansa politik yang dengan kata lain pemekaran hanya menjadi komoditas elit untuk menguasai kekayaan daerah.
“Hanya menjadi cara untuk berkuasa. Secara sarkasme narasi pemekaran dibajak untuk memperbesar kekayaan sekelompok pihak,” tandas Riko.
Hal itu tidak diingkari, yang mana kasus korupsi di daerah semakin besar dan masif. Suatu fakta pemekaran tidak lebih dari upaya merampas kekayaan rakyat.
Dengan demikian yang perlu ditimbang adalah :
1. Pastikan narasi pemekaran itu bebas dari pembajakan elit semata.
2. Pastikan pemekaran bisa menjadi perubahan nyata bagi masyarakat.
3. Pastikan kajian ilmiah tentang pemekaran dilakukan sebaik mungkin, berbasis ilmu pengetahuan, bukan pesanan.
4. Siapkan alternatif kebijakan selain pemekaran untuk tingkatkan kesejahteraan masyarakat.
Lebih jauh, ketika ditanyakan apakah sudah pantas Tangerang Raya menjadi sebuah provinsi?
Menurut Riko, jika pembentukan Provinsi Tangerang Tengah secara prinsip tentu sejalan dengan penjelasan di atas. Hanya saja, sambungnya, pembentukan provinsi perlu melihat pada kepentingan pusat, mengingat pemaknaan provinsi sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. Sesuatu yang berbeda memahaminya dengan pemerintahan Kabupaten dan Kota.
“Dengan begitu pemerintah pusat dapat melihat secara persis urgensitas pembentukan Provinsi Tangerang Raya”.
Sebagai catatan, kata Riko, praktek desentralisasi yang terjadi saat ini dapat dinilai gagal untuk sejahterakan rakyat. Terbukti melalui data Kemendagri yang mencatat 80 persen daerah pemekaran masih jauh dari upaya menjadi daerah mandiri.
Sebelumnya diberitakan, gerakan rencana pemekaran daerah otonomi baru (DOB), khususnya untuk Kota Tangerang Tengah terus berjalan. Deklarasi berbagai organisasi massa (ormas), pemuda dan mahasiswa juga resmi menggaungkan.
Usulan ini bahkan mendapat sambutan positif dari Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tangerang, Aditya Wijaya. Menurutnya, saat ini di wilayah yang rencananya akan tergabung dalam Kota Tangerang Tengah, seperti Legok, Kelapa Dua, Pagedangan, Cisauk, Curug, dan Panongan, memiliki banyak potensi di berbagai bidang. Di antaranya ekonomi, SDM berupa kampus dan universitas swasta serta infrastruktur yang cukup memadai.
Bupati Tangerang, Ahmed Zaki Iskandar menyebut siap berdialog dan berdiskusi soal pembentukan kota Tangerang Tengah. Ia mendorong dan menyarankan kepada kelompok masyarakat yang mengatasnamakan Badan Pembentukan Kota Tangerang Tengah agar membuat kajian yang menyeluruh dan komprehensif terkait pembentukan daerah otonom baru.
Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri memastikan hingga kini pusat masih melakukan moratorium pemekaran DOB. Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Benny Irwan, Februari lalu menyatakan ini menanggapi adanya wacana pemekaran wilayah di Indonesia khususnya di Pulau Jawa.
Berdasarkan catatan, Indonesia memiliki 223 DOB yang dibentuk sejak tahun 1999 sampai 2014. Berdasarkan evaluasi pemerintah dan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2019, sumber pendapatan sebagian besar 223 DOB itu masih bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan belum mampu mandiri. (ibl)