IPOL.ID – Kementerian Kominfo mengajak para netizen menjadi pejuang bersama memerangi hoaks di ruang digital. Sebab, hoaks atau juga kabar palsu itu kerap kali membuat netizen menjadi salah tangkap dan seringkali tersesat dalam memahami semua kebenaran.
Berita bohong atau biasa disebut sebagai informasi hoaks, dengan sangat mudahnya ditemui di ruang digital. Terutama dalam berbagai platform media sosial.
Dirjen Aptika Kemenkominfo, Samuel Abrijani Pangerapan, menyatakan, Kementerian Kominfo hadir untuk menjadi garda terdepan dalam memimpin upaya percepatan transformasi digital Indonesia. Dalam hal ini, Kemenkominfo memiliki peran sebagai regulator, fasilitator, dan ekselerator di bidang digital Indonesia.
“Berbagai pelatihan literasi digital yang kami berikan berbasis empat pilar utama, yaitu kecakapan digital, budaya digital, etika digital, dan pemahaman digital. Hingga tahun 2021 tahun program literasi digital ini telah berhasil menjangkau lebih dari 12 juta masyarakat Indonesia,” terang Samuel dalam Webinar bertajuk “Ngobrol Bareng Legislator: Menjadi Netizen Pejuang, Bersama Lawan Hoaks”, Senin (4/4).
Pada kesempatan itu, anggota Komisi I DPR, Bobby Adhityo Rizaldi memaparkan, ada beberapa ciri-ciri berita hoaks. Pertama, pesan yang didistribusikan via email atau media sosial.
Menurutnya, efeknya ini sangat luar biasa, berisi pesan yang membuat cemas dan panik para pembacanya. “Biasanya, pesan ini diakhiri dengan imbauan agar si pembaca segera meneruskan warning tersebut ke forum yang lebih luas. Namun, pengirim awal hoaks ini tidak diketahui identitasnya,” jelas Bobby.
Selanjutnya, sambung dia, ada beberapa jenis-jenis informasi hoaks seperti fake news, tautan jebakan, bias konfirmasi, kemudian berita yang tidak akurat atau masih ada tanda tanya kebenarannya.
Dia mencontohkan, hoaks yang ada di Indonesia, yaitu hoaks mengenai virus, atau hoaks yang terjadi pada media sosial seperti pesan berantai, hoaks urban legend, ada hoaks dengan iming-iming hadiah serta hoaks pencemaran nama baik.
Di Indonesia, pemerintah juga sudah menerbitkan UU ITE bagi penyebar hoaks, mereka dapat diancam Pasal 28 ayat 1 UU ITE. Dalam Pasal 45A ayat 1 UU 19 Tahun 2016, setiap orang yang melanggar dapat dijatuhkan hukuman pidana kurungan penjara hingga 6 tahun dan denda Rp1 miliar.
“Kita juga harus kritis dalam mengecek hoaks, karena itu sangat mudah dilakukan, seperti jika berupa gambar atau foto, buka saja Google Image. Klik icon kamera dan upload gambar yang mau dicek atau copas link/url gambar yang akan dicek kebenarannya,” tukas dia.
Kedua, lanjut dia, jika berupa link, cek URL- nya. Kemudian cek kredibilitas situsnya dengan mengidentifikasi pemilik situs atau admin websitenya di menu/halaman ‘About Us’ atau ‘Tentang Kami'”.
Ketiga, jika informasi yang di duga hoax itu diperoleh di WhatsApp. “Maka kita bisa tanyakan kepada pengirimnya, darimana dia peroleh informasi itu. Jika jawabannya ‘kiriman teman’ atau ‘copas dari grup sebelah’, kita harus waspada bahwa itu kemungkinan hoaks,” ungkap Bobby. (ibl/msb)