IPOL.ID – Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin yang juga Ketua Dewan Pertimbangan MUI meminta Komisi Fatwa MUI dapat segera membahas fatwa seputar ganja untuk kepentingan medis saat hadir dalam rapat pimpinan Majelis Ulama Indonesia.
Sehubungan permintaan tersebut, Asrorun Niam Sholeh, Ketua Bidang Fatwa MUI mengatakan, pihaknya akan mengkaji permintaan Wapres. “Kami akan tindaklanjuti dengan pengkajian komperehensif dalam perspektf keagamaan. Kita akan kaji, yang intinya MUI akan berkontribusi dalam memberikan solusi keagamaan atas dasar pertimbangan kemaslahatan umum secara holistik,” kata Asrorun Niam Sholeh dalam keterangan tertulis yang diterima ipol.id, Kamis (30/6).
Dia menjelaskan, nantinya akan dilihat apakah bentuknya dengan sosialisasi fatwa yang sudah ada, penguatan regulasi, rekomendasi untuk peyusunan regulasi, atau dalam bentuk fatwa baru.
“Terlebih UU No 35/2009 tentang Narkotika mengatur bahwa ganja termasuk jenis narkotika Golongan I yang tidak bisa digunakan untuk kepentingan kesehatan,” tambahnya.
Dikatakan Asrorun Niam Sholeh, fatwa akan menjawab keagamaan atas masalah yang muncul di tengah masyarakat. Tapi sampai sekarang MUI belum menerima pertanyaan dan permohonan fatwa secara resmi dari para pihak terkait dengan masalah penggunaan ganja untuk kepentingan medis.
“Harapan Wapres bisa menjadi salah satu permintaan untuk merespons dinamika yang terjadi di masyarakat, yang dalam bahasa fikih istifta,” tambahnya.
Perlu disampaikan, lanjut dia, dalam Islam setiap yang memabukkan hukumnya haram, baik sedikit maupun banyak. Sedangkan ganja termasuk barang yang memabukkan.
“Karenanya mengonsumsi ganja hukumnya haram karena memabukkan dan membahayakan kesehatan,” cetusnya.
Namjn jika ada kebutuhan yang dibenarkan secara syar’i, tegas dia, bisa saja penggunaan ganja dibolehkan dengan syarat dan kondisi terntentu. Karenanya, perlu ada kanjian mendalam mengenai ihwal manfaat ganja tersebut.
“Kami akan mengkaji substansi masalah terkait permasalahan ganja ini, dari sisi kesehatan, sosial, ekonomi, regulasi, serta dampak ditimbulkan,” tuturnya.
Sebelumnya, beber Asrorun Niam Sholeh, MUI sudah pernah menetapkan Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV Tahun 2012 tentang Nikotin sebagai bahan aktif produk konsumtif untuk kepentingan pengobatan.
Keputusannya adalah:
a. Pada dasarnya, hukum mengkonsumsi nikotin adalah haram, karena membahayakan kesehatan.
b. Penggunaan nikotin sebagai bahan obat dan terapi penyembuhan berbagai penyakit, termasuk parkinson dan kecan duan rokok, dibolehkan sepanjang belum ditemukan terapi farmakologis yang lain, bersifat sementara, dan terbukti mendatangkan maslahat.
c. Penggunaan nikotin sebagai sebagai bahan obat yang dibuat dalam bentuk permen, seperti yang biasa dikonsumsi masyarakat dan sangat dimungkinkan terjangkau oleh anak-anak hukumnya haram, untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan.
d. Mengonsumsi sesuatu berbahan aktif nikotin di luar kepentingan pengobatan hukumnya haram.
“Untuk itu, MUI akan melakukan pengkajian, apakah diskusi soal ganja untuk medis ini bisa dianalogkan dengan fatwa tentang nikotin ini atau berbeda. Kami akan kaji,” pungkasnya.