Terlepas dari itu, Mompang Lycurgus Panggabean menilai polemik seputar RKUHP jangan membuat elemen masyarakat mundur. “Kita harus tetap kawal dan jangan ganggu tekad kita untuk membangun sistem hukum yang lebih baik di negeri ini,” ujarnya sambil mempersilakan apapun terkait hasil produk hukum bisa dituntaskan serta diajukan uji materi kembali ke MK.
Satu hal yang perlu digarisbawahi menurut Mompang adalah DPR dan pemerintah harus terus melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif. Hal ini sesuai dengan undang-undang pembentukan peraturan perundang-undangan. “Jadi biar tidak berkesan tidak ada dusta di antara kita,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui Ketentuan mengenai “penghinaan presiden” sebenarnya sudah pernah dibatalkan MK melalui putusan Nomor 031-022/PUU-IV/2006. Pertimbangan hukum (ratio decindendi) yang dimuat dalam putusan MK tersebut yakni, pasal penghinaan presiden berpotensi menghambat kritik terhadap kebijakan pemerintah sehingga dinyatakan inkonstitusional.
Terbaru, pemerintah memutuskan tetap memasukkan pasal penghinaan presiden dalam draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menyebut, pemerintah menambahkan penjelasan soal kritik guna membedakan antara penghinaan dan kritik. Tambahan penjelasan mengenai kritik terkait Pasal 218 ayat 2 yang menyangkut penyerangan harkat dan martabat presiden atau wakil presiden.