IPOL.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan uji materi terhadap Undang-Undang (UU) Narkotika. Salah satunya soal legalisasi ganja untuk medis. Putusan tersebut disambut baik oleh Badan Narkotika Nasional (BNN).
Sejak awal BNN menolak adanya legalisasi ganja. Karena tanaman, bunga maupun biji ganja bisa merusak generasi penerus bangsa.
Mahkamah Konstitusi secara resmi memutuskan menolak legalisasi ganja untuk medis. Dengan demikian, narkotika golongan I seperti ganja tetap dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan seperti dalam ketentuan yang berlaku saat ini.
Kepala BNN, Komjen Pol Petrus Reinhard Golose pun menyambut baik dan mendukung putusan MK yang menolak legalisasi ganja, meskipun demi keperluan medis.
Sebab, berdasarkan data BNN dan Badan Pusat Statistik (BPS), penyalahgunaan narkotika terbesar di Indonesia adalah jenis ganja. Sebanyak 41,6 persen pengguna ganja diketahui melakukan pelanggaran hukum.
Data narapidana di rutan dan lapas juga menyatakan, mayoritas penyalahguna konsumsi ganja untuk kebutuhan di luar medis. “Sehingga rentan disalahgunakan apabila dilegalkan,” tandas Golose di sela-sela kegiatan kunjungan Australian Federal Police (AFP) ke Markas BNN Cawang, Jakarta Timur, Rabu (20/7).
Selain itu, mayoritas penyalahguna narkotika yang awalnya konsumsi ganja dengan alasan untuk relaksasi. Penyalahguna narkotika mengaku tertarik mencoba jenis narkotika lain.
Berdasarkan data yang dimiliki BNN dengan penegak hukum di negara lain, pada wilayah yang melegalkan ganja terjadi peningkatan kasus kriminal. Meski begitu, BNN juga sependapat dengan putusan MK yang menyatakan bahwa ganja dapat digunakan untuk pelayanan kesehatan.
“Bahwa kita melihat dasar hukum. UU sebenarnya sudah mengatur tentang itu, untuk kepentingan ilmu pengetahuan silakan digunakan. Berbagai spekulasi yang ada berkaitan, tadi saya juga berbicara dengan AFP komisioner, juga federal, itu office the law di Australia. Sehingga kita lihat bersama bahwa kepentingan harus kita jaga, karena kita tahu bersama bahwa pengguna ganja di Indonesia yang melanggar itu 41,6 persen hasil daripada survei yang kita lakukan baik dengan BRIN dan BPS,” bebernya.
“Sekali lagi untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan aturannya silakan kita lakukan sesuai dengan UU,” tambah Golose.
Terpenting, sambung dia, karena yang terbanyak di Indonesia adalah pengguna ganja. Apabila orang menggunakan ganja, mereka juga akan ikut mencoba narkotika lainnya. “Jadi hasil penelitian dia akan memakai barang-barang (narkotika) yang lain. Dan ini saya sependapat dan sudah diputuskan,” ujarnya.
Dia menegaskan, tidak menutup peluang ada uji klinis untuk ganja menjadi medis. Hal itu sudah ada, jadi bukan hanya dari putusan MK.
Hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 8 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Tentunya dengan persetujuan menteri serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan untuk kepentingan ilmu pengetahuan. (ibl)