“Jaminan eksistensi dan keberlanjutan masyarakat, warga masyarakat lokal itu, dan nilai-nilai lokalnya itu sebagai komunitas sosial di dalam NKRI harus tampak jelas dan dirasakan oleh mereka. Jadi wanti-wanti kita di situ sebetulnya,” jelasnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pemerintahan dan Wawasan Kebangsaan Setwapres RI Sekretaris Eksekutif BP3 Otsus Velix Vernando Wanggai menjelaskan, pentingnya desain besar penataan daerah menuju visi 2045 dalam rangka memaknai fenomena atau wacana publik untuk provinsi baru. Pasalnya, saat ini pemerintah mulai merumuskan rancangan teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Panjang untuk tahun 2025 hingga 2045.
Lanjut dia, kebijakan pemekaran Papua yang menimbulkan pro dan kontra bukan hal yang baru. Kebijakan penataan daerah/pemekaran telah dikaji secara akademik sejak tahun 1981 oleh Gubernur Busiri Suryowinoto.
Dalam konteks regulasi, pemerintah mendorong pemekaran dengan UU Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong. Juga ada pertimbangan lain terkait aspek teknokratik yaitu ketidakseimbangan pembangunan antarwilayah di Papua.