IPOL.ID – Satgas Penanganan PMK telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 6 Tahun 2022 tentang Pengendalian Lalu Lintas Hewan Rentan Penyakit Mulut dan Kuku, dan Produk Hewan Rentan Penyakit Mulut dan Kuku Berbasis Kewilayahan pada 16 September 2022.
Dalam kurun satu bulan terakhir, angka kasus aktif dari hewan terjangkit Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) terus menurun. Namun, upaya pencegahan dan pengendalian terus dilakukan. Salah satunya memperkuat aturan lalu lintas hewan rentan PMK dan produk hewannya.
Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Penanganan PMK, Prof Wiku Adisasmito mengatakan, Surat Edaran ini telah disesuaikan berdasarkan situasi dan kondisi wabah terkini. Agar masyarakat dapat melalulintaskan hewan dan produk hewan aman dari PMK.
“Secara umum, lalu lintas hewan rentan PMK dilaksanakan dengan ketentuan seperti telah menerima vaksinasi minimal 1 dosis atau menunjukan hasil uji laboratorium negatif PMK, melampirkan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dan/atau Surat Veteriner (SV) dan surat riwayat kesehatan hewan, serta menerapkan Tindakan Pengamanan Biosecurity,” kata Prof Wiku.
Untuk memfasilitasi salah satu ketentuan tersebut yakni dengan pengujian spesimen lalu lintas Hewan Rentan PMK. Saat ini, terdapat 3 mobile laboratorium tambahan dari total keseluruhan 47 laboratorium yang dapat meningkatkan perluasan dan percepatan testing.
Pada produk segar, sambungnya, dilaksanakan ketentuan seperti menunjukkan surat keterangan hasil pemeriksaan antemortem dan postmortem oleh dokter hewan. Evaluasi kelayakan kemasan, serta penerapan Tindakan Pengamanan Biosecurity ketat pada alat transportasi, barang, petugas, dan peternak sebelum keberangkatan, saat perjalanan, dan sampai tujuan.
“Untuk produk olahan hanya dievaluasi kelayakan kemasan dan juga menerapkan Tindakan Pengamanan Biosecurity,” tukasnya.
Secara rinci, lalu lintas hewan rentan PMK, produk segar, dan produk olahan diatur pada tingkat Kabupaten/Kota. Terdapat ketentuan seperti dilarang melalulintaskan hewan rentan PMK dari Zona Merah menuju Zona Merah, Hijau, Kuning, dan Putih.
Kemudian Zona Kuning menuju Zona Hijau dan Putih, serta dari Zona Putih menuju Zona Hijau. Selain itu, disyaratkan melakukan karantina mandiri selama 14 hari di instalasi karantina hewan oleh pejabat karantina berwenang.
“Mohon kepada para Pejabat Otoritas Veteriner (POV) berkaitan dengan karantina terus memonitor dan mengevaluasi lalu lintas hewan rentan PMK dan produk hewannya. Pastikan bahwa hewan dan produk hewan yang dilalulintaskan memenuhi ketentuan yang sudah diatur dalam Surat Edaran,” pesannya.
Terkait lalu lintas produk segar seperti daging segar, jeroan, susu segar, diperlukan perlakuan merujuk pada standar operasional dari Kementerian Pertanian. Agar dapat dilalulintaskan dari Zona Hijau ke seluruh Zona Kabupaten/Kota.
Selanjutnya dari Zona Putih ke Putih, Kuning, dan Merah, serta dari Zona Kuning ke Zona Kuning dan Zona Merah, dan yang terakhir dari Zona Merah ke Merah. Untuk mendukung kebutuhan dalam negeri, produk segar berasal dari luar negeri (ex-import) dapat dilalulintaskan dengan syarat mendapatkan persetujuan masuk dari Kementerian Pertanian dan berasal dari negara bebas PMK.
Sedangkan pada produk olahan dapat dilalulintaskan dari dan ke seluruh Zona Kabupaten/Kota. Hal ini berlaku pada produk olahan berasal dari ex-import, dengan ketentuan telah mendapatkan persetujuan masuk wilayah Indonesia dari Kementerian Pertanian.
Di samping itu, dalam rangka menyukseskan agenda Presidensi G20 Indonesia 2022 di Provinsi Bali pada November mendatang, perlu adanya pengetatan lalu lintas hewan rentan PMK dan produk hewannya. Sehingga diatur dalam ketentuan khusus untuk Provinsi Bali dalam Surat Edaran seperti dilarang melalulintaskan hewan rentan PMK, produk segar, dan produk olahan.
Terkecuali peraturan yaitu diperbolehkan melalulintaskan babi keluar dari Bali dan sudah tidak adanya pengaturan syarat vaksinasi pada hewan babi di dalamnya.
“Terakhir, Satgas PMK mengimbau kepada seluruh elemen sektor peternakan maupun pihak-pihak terlibat mengimplementasikan Tindakan Pengamanan Biosecurity dengan ketat. Selain itu, produk hukum yang sudah ada perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah sebagai dasar konkrit penegakan hukum di lapangan,” tutup Prof. Wiku. (Joesvicar Iqbal)