Kasus ini bermula pada 2018 lalu, terdapat 21 perusahaan importir garam yang mendapat kuota persetujuan impor garam industri sebanyak 3.770.346 ton atau dengan nilai sebesar Rp2.054.310.721.560 (dua triliun rupiah lebih).
Namun kuota diberikan tanpa memperhitungkan stok garam lokal dan stok garam industri yang tersedia sehingga mengakibatkan garam industri melimpah.
Para importir kemudian mengalihkan secara melawan hukum peruntukan garam industri menjadi garam konsumsi dengan perbandingan harga yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan kerugian bagi petani garam lokal dan kerugian perekenomian Negara.
Adapun sejauh ini, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 53 orang saksi dan satu orang ahli. “Terkait dengan kerugian negara, sedang dalam proses dan saat ini masih dalam tahap pemeriksaan saksi,” pungkas Sumedana. (Yudha Krastawan)