IPOL.ID – Direktur Utama (Dirut) PT Globalnine Indonesia, MEP diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pembangunan pabrik blast furnace oleh PT Krakatau Steel pada 2011.
Pemeriksaan untuk kali kedua, setelah MEP hadir memenuhi pemeriksaan jaksa penyidik pidana khusus pada 26 Juni 2022 lalu. Dalam pemeriksaan kali ini, Rabu (12/10), MEP masih diperiksa diperiksa saksi atas lima orang tersangka.
“Diperiksa atas nama tersangka FB, tersangka ASS, tersangka BP, tersangka HW alias RH, dan tersangka MR,” kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana di Jakarta, Rabu (12/10).
Selain MEP, Kejagung juga memeriksa dua orang saksi lainnya untuk lima orang tersangka kasus tersebut. Kedua saksi, BHA selaku Direktur PT Ting Tai Konstruksi Indonesia dan RRH selaku Head Legal PT SCG Readymix Indonesia.
“Pemeriksaan saksi ininuntuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan perkara,” tandas Sumedana.
Terkait kasus posisi, PT Krakatau Steel (KS) semula telah melakukan lelang pengadaan pembangunan pabrik pada 31 Maret 2021. Tender lantas dimenangkan Konsorsium MCC Ceri dan PT Krakatau Engineering.
Pendanaan pembangunan pabrik BFC awalnya dibiayai export credit agency (ECA) dari China. Namun, ECA dalam pelaksanaannya tak menyetujui pembiayaan proyek itu karena kinerja keuangan KS yang dinilai dengan metode pendapatan perusahaan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi alias earning before interest, taxes, depreciation, and amortization (EBITDA), tak memenuhi syarat.
Adapun nilai kontrak pembangunan ini sekitar Rp6,9 triliun. Sementara, uang yang dibayarkan senilai Rp5,3 triliun dengan perincian dari bank luar negeri senilai Rp3,5 triliun dan bank dalam negeri Rp1,8 triliun.
Selanjutnya, pada 19 Desember 2019, proses pembangunan dihentikan. Alasannya, berdasarkan hasil uji coba operasi, biaya produksi lebih besar dibandingkan harga baja di pasar.
Pekerjaan juga belum diserahterimakan dengan kondisi tak dapat beroperasi lagi atau mangkrak. Kenyataanya, Krakatau Steel membangun pabrik BFC dengan tujuan meningkatkan produksi baja nasional. Proyek itu dimulai dari 2011-2015 dan dilakukan beberapa kali addendum hingga 2019.(Yudha Krastawan)