“Perempuan yang berasal dari rumah tangga pada kelompok 25 persen termiskin memiliki risiko 1,4 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan atau seksual oleh pasangan dibandingkan kelompok 25 persen terkaya,” papar Kasandra.
“Aspek ekonomi merupakan aspek yang lebih dominan menjadi faktor kekerasan pada perempuan dibandingkan dengan aspek pendidikan,” lanjutnya.
Terakhir, Rosdiana mengatakan bahwa pengulangan KDRT tergantung dari pelaku yang melakukannya. Apabila pelaku adalah seorang abuser, maka perilaku KDRT pun berisiko akan kembali terjadi.
“Kalau mengulangi lagi atau tidak itu tergantung. Dia ini memang abuser atau bukan. Ada orang yang memang abuser. Ada orang yang enggak bisa kontrol cuma sekali itu ada. Tapi kalau domestic violence itu ada polanya,” ungkap Rosdiana.
“Polanya pertama dia ada marahnya dulu, terus merasa takut atau gimana itu tergantung orangnya, habis itu dia melakukan kekerasan tapi kemudian nyesal habis-habisan gitu. Tapi begitu habis dia nyesal, nggak lama dia begitu lagi. Ada trigger dikit saja dia bakal ulangi,” sambungnya. Rosdiana mengatakan, tindakan tersebut tak akan selesai jika pelaku tidak melakukan terapi. Sehingga, pasangan yang mengalami KDRT baik pelaku atau korban perlu mengunjungi ahli untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut.