IPOL.ID – Dalam sehari, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Fadil Zumhana menyetujui 14 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice). Adapun permohonan penghentian penuntutan tersebut disetujui setelah melalui ekpose yang digelar secara virtual.
“Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh Jampidum, Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda, Agnes Triani, Koordinator pada Jampidum, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri, dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat Tindak Pidana Oharda,” kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana di Jakarta, Selasa (11/10).
Disebutkan, ada sejumlah alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini. Di antaranya, telah dilaksanakan proses perdamaian, dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
Lalu, tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana serta ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun.
“Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi,” papar Sumedana.
Selain itu, tersangka dan korban juga setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
“Tentu dengan mempertimbangkan sosillologia dan masyarakat merespon positif,” tandas Sumedana.
Setelah syarat terpenuhi, Jampidum langsung
memerintahkan para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2).
“SKP2 diterbitkan berdasarkan keadilan restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022,” tandas Sumedana.(Yudha Krastawan)