IPOL.ID – Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik Badan Pengawas Obat dan Makan (BPOM) RI, Reri Indriani menyampaikan, BPOM telah melakukan pemblokiran (takedown) terhadap 82.995 link penjualan obat tradisional dan suplemen kesehatan ilegal dan/atau mengandung BKO.
“Jumlah total produk 25,6 juta pieces dan nilai keekonomian sebesar Rp515,37 miliar, serta 83.700 link penjualan produk kosmetika ilegal dan mengandung bahan dilarang/berbahaya dengan jumlah total produk 6,5 juta pieces juga diblokir dengan nilai keekonomian sebesar Rp296,9 miliar,” terang Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM RI, Reri Indriani, Selasa (4/10).
Terhadap hasil patroli siber tersebut, sambung dia, BPOM memberikan rekomendasi kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) untuk pemblokiran platform. Baik yang melakukan perdagangan online produk obat tradisional dan suplemen kesehatan ilegal dan/atau mengandung BKO, serta produk kosmetika ilegal dan mengandung bahan dilarang/berbahaya.
Selain itu, BPOM memerintahkan produsen yang memproduksi dan mengimpor obat tradisional maupun suplemen kesehatan mengandung BKO dan/atau ilegal. Kemudian kosmetika mengandung bahan dilarang/berbahaya ke wilayah Indonesia agar melakukan penarikan produk dari peredaran untuk dimusnahkan.
“Apabila ditemukan indikasi pidana maka akan dilakukan proses pro-justitia oleh Pegawai Penyidik Negeri Sipil (PPNS) BPOM,” tegas Reri.
Terkait penanganan melalui proses pro-justitia, selama periode yang sama, bebernya, BPOM telah mengungkap 56 perkara pidana di bidang obat tradisional dan suplemen kesehatan, serta 45 perkara pidana di bidang kosmetika.
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, putusan tertinggi pengadilan terkait perkara pidana di bidang obat tradisional dan suplemen kesehatan berupa penjara 2 (dua) tahun dan denda Rp250 juta subsider kurungan 3 (tiga) bulan.
Sementara, untuk perkara di bidang kosmetika, berupa penjara 2 (dua) tahun dan denda Rp25 juta subsider kurungan 2 (dua) bulan. BPOM kembali menegaskan, agar pelaku usaha menjalankan usahanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
“Masyarakat juga diimbau agar lebih waspada, serta tidak menggunakan produk-produk sebagaimana yang tercantum dalam lampiran penjelasan publik ini ataupun yang sudah pernah diumumkan dalam penjelasan publik sebelumnya,” katanya.
Dia mengingatkan, Cek KLIK (Kemasan, Label, Izin Edar, Kedaluwarsa) sebelum membeli atau menggunakan obat tradisional, suplemen kesehatan, maupun kosmetika. “Pastikan kemasan dalam kondisi baik, baca informasi produk yang tertera pada labelnya, pastikan produk memiliki izin edar BPOM, dan belum melebihi masa kedaluwarsa,” tukasnya.
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menemukan ratusan ribu Vitamin C, D3, dan Vitamin E beredar ilegal di e-commerce atau media online. Pandemi COVID-19 salah satu imbas negatif, mendorong pelaku kejahatan melakukan produksi dan peredaran produk multivitamin ilegal tersebut.
Berdasarkan hasil pengawasan BPOM, ditemukan peredaran Vitamin C, D3, dan E ilegal, terutama yang diedarkan di e-commerce atau media online.
“Terhadap peredaran vitamin ilegal ini, BPOM telah melakukan beberapa upaya, termasuk intensifikasi kegiatan pengawasan, penindakan, dan pemberdayaan masyarakat,” ungkap Plt. Deputi Bidang Penindakan BPOM RI, Nur Iskandarsyah pada wartawan, Selasa (4/10).
Dia menegaskan, hasil upaya intervensi yang dilakukan jajaran BPOM mengungkap bahwa Vitamin D3, E dan C (ilegal) merupakan produk paling banyak ditemukan. Hasil pengujian laboratorium yang dilakukan BPOM menunjukkan beberapa produk vitamin ilegal ini sama sekali tidak mengandung zat aktif vitamin.
Selain dilakukan pengawasan terhadap peredaran secara konvensional, BPOM secara berkesinambungan melakukan patroli siber (cyber patrol). “Guna menelusuri dan mencegah peredaran vitamin tanpa izin edar pada e-commerce melalui platform marketplace, media sosial, dan website,” tegas Nur. (Joesvicar Iqbal)